Tuesday, May 26, 2009

MISTERI PENDERITAAN ALLAH BAPA




St. Paulus mengatakan, “… aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima nama-Nya.” (Ef. 3:14) Bapa adalah sumber dari segala sesuatu. Nama Bapa ini begitu sering keluar dari bibir Yesus. Bapa selalu berada dalam pikiran maupun hati Yesus. Bapa sangat mempengaruhi seluruh ada-Nya. Datangnya Yesus ke dunia ini juga untuk melaksanakan kehendak Bapa yang Dia cintai. Demi Bapa yang dicintai-Nya melebihi segala sesuatu, Yesus rela melakukan penebusan umat manusia. Dengan demikian, kita lihat bahwa bagi Yesus nama Bapa itu begitu berharga dan Dia dipersatukan begitu mesra dengan Bapa. Oleh karena itu, Dia butuh waktu-waktu khusus untuk berada berdua saja dengan Bapa. Yesus selalu bicara tentang Bapa; hal ini mengungkapkan kehidupan batin-Nya yang luar biasa. Yesus begitu terpesona oleh Bapa-Nya. Bisa kita bayangkan, jika Yesus berbicara tentang Bapa kepada murid-murid-Nya, sabda-Nya itu keluar dari kedalaman hati-Nya yang berkobar akan kasih kepada Bapa, sehingga murid-murid-Nya terpesona dan Filipus pun berkata, “Tuhan, perlihatkanlah Bapa kepada kami maka itu sudah cukup.”

Bagi Yesus, Bapa adalah Abba, yaitu panggilan mesra untuk seorang ayah. Dan St. Paulus pun mengatakan kita juga boleh meneladan Yesus, memanggil Allah dengan sebutan Abba. Pengertian ayah di sini adalah ayah yang sangat baik, bukan ayah duniawi yang banyak di antaranya merupakan tukang pukul atau tukang mabuk. Allah Bapa adalah Abba yang setia, yang tidak pernah membiarkan kita sendiri, sekali pun semua orang pergi meninggalkan kita. Abba yang Mahabaik inilah yang hendak diwartakan Yesus kepada manusia.

“Aku telah membeitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.” (Yoh. 17:26)

Oleh sebab itu, bahkan penderitaan Yesus sendiri sebenarnya menyatakan cinta kasih Allah Bapa kepada kita. Karena itulah Yesus menyongsong kematian-Nya dengan berkata,



“Supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku, bangunlah, marilah kita pergi dari sini.” (Yoh. 14:31)

Hubungan Bapa dan Putera begitu erat, dan perlu kita sadari bahwa karya penyelamatan ini sebenarnya bukan hanya karya penyelamatan Allah Putera, melainkan karya Allah Tritunggal. Saat ini, kita hendak menyimak peranan Bapa di dalam karya keselamatan yang dijalankan oleh Kristus, dalam penderitaan-Nya, dan dalam kebangkitan-Nya. St. Paulus melihat peranan Bapa yang besar bagi kita, yaitu menyatakan kasih-Nya dengan menentukan saat kematian Kristus di saat kita masih berdosa dan lemah. (bdk. Rm. 5:6-10) Begitu besarnya kasih Allah sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal. (bdk. Yoh. 3:16)


Sayangnya budaya modern dewasa ini telah merusak citra baik seorang bapa. Banyak orang tidak bisa berdoa ‘Bapa Kami’ karena teringat akan ayahnya yang jahat. Banyak keluarga berantakan, dan banyak anak-anak yang melihat ayah mereka memukuli ibu mereka. Selain itu dahulu berkembang konsep bahwa Allah adalah sosok yang kejam dan haus kemuliaan, yang tidak bisa menerima begitu saja diri-Nya dihina manusia. Penghinaan itu hanya bisa ditebus dengan menghancurkan manusia dalam diri Yesus Kristus. Seolah-olah Yesus adalah korban kekejaman Allah Bapa yang haus akan kekuasaan dan kemuliaan. Bahkan pada Misa Jumat Agung tahun 1662 ada suatu khotbah yang sangat keliru yang berbunyi demikian:

“Jiwa PENYELAMAT-ku tertekan oleh ketakutan kepada Allah yang begitu mengancam, dan ketika Dia ingin melemparkan diri-Nya ke dalam tangan Allah untuk mencari penghiburan dan sedikit keringanan dari penderitaan-Nya, Ia melihat bahwa Allah memalingkan wajah-Nya, menolak Dia, dan meninggalkan Dia seluruhnya dalam cengkeraman keberangan Allah dan dalam keadilan-Nya yang penuh kemarahan.”



Apabila orang mendengarkan khotbah ini, tentunya akan segera tergambar Allah yang kejam. Akan tetapi, ini adalah gambaran yang sama sekali keliru tentang Allah Bapa. Gagasan semacam ini sekarang memang sudah tidak diterima lagi dalam Gereja.

St. Theresia dari Lisieux yang kembali kepada Injil, menemukan kembali citra Allah Yang Maharahim. Ini adalah sumbangan yang besar dari St. Theresia. Allah begitu peduli terhadap nasib manusia. Bahkan dikatakan rambut di kepala kita pun dihitung oleh Bapa di surga, dan tak sehelai pun gugur tanpa diketahui-Nya. Yesus mengatakan bahwa burung-burung kecil di udara saja dipelihara Bapa, dan betapa lebihnya kita.

Sering kita mendengar cetusan pertanyaan mengapa orang-orang tak bersalah harus menderita? Mengapa ada begitu banyak ketidakadilan terjadi? Mengapa Ia membiarkan semua ini terjadi? Mengapa Allah membiarkan begitu banyak orang dibunuh, begitu banyak bayi diaborsi? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Banyak sekali pertanyaan yang tidak bisa kita jawab.

Akan tetapi, baiklah kita melihat apa yang dikatakan Kitab Suci mengenai Allah yang menderita, “Maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (Kej. 6:6) Di sini Kitab Suci mengatakan bahwa Allah sama sekali bukannya acuh tak acuh terhadap penderitaan manusia. Dikatakan juga oleh Kitab Suci, setiap pemberontakan Israel telah menyusahkan hati-Nya. (bdk. Mz. 78:40) Dan sebetulnya jika kita membaca dengan perlahan-lahan seluruh Kitab Suci maka seolah-olah kita jumpai Kitab Suci merupakan rangkaian keluhan hati Allah yang patah. “Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku!” (Mi. 6:3) Ini semua adalah ungkapan kesedihan hati Bapa yang dikhianati anak-Nya. Kemudian dengan lembut hati Allah pun mengajak umat-Nya, “Marilah kita berperkara. Sekali pun dosamu merah seperti kirmizi akan menjadi putih seperti salju.” (Yes. 1:18)

Jadi dari Kitab Suci kita dapat melihat sendiri, Allah bukanlah Bapa yang sadis, yang diam saja bila melihat umat-Nya menderita. Hati Allah sungguh-sungguh disedihkan oleh ulah manusia. Hanya saja, dalam hal ini kesedihan Allah berbeda dengan kesedihan manusia. Allah tidak menderita demi Dia sendiri, seolah-olah Dia kehilangan atau kekurangan sesuatu., tetapi Dia menderita demi manusia yang menghancurkan dirinya sendiri. Itulah penderitaan Allah. Lain halnya dengan manusia. Jika seorang anak berbuat kejahatan, ayahnya dan seluruh keluarganya jadi menderita karena malu. Allah menderita karena ia tahu betul manusia yang dikasihi-Nya sebagai anak-Nya sendiri sedang menghancurkan dirinya. Oleh karena itu dalam Kitab Suci terkadang digambarkan Allah sebagai yang tak berdaya menghadapi kejahatan manusia. Hati-Nya sedih dan tersayat karena pemberontakan manusia.

“Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak.” (Hos. 11:8a,c)

Ayat ini menunjukkan perjuangan hati Allah yang dari satu pihak rasanya ingin menghancurkan Israel, tetapi belas kasihan hati-Nya membuat-Nya bersikap, “Masakan Aku lakukan itu…” Kalau pun terjadi Allah melaksanakan hukuman-Nya, itu semata demi menyadarkan manusia agar bertobat dan kembali kepada-Nya “karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia”. (Rat. 3:33)

Dalam sebuah tafsiran Yahudi mengenai Kitab Suci, dikatakan bahwa pada hari kenisah di Yerusalem dihancurkan, Allah menangis. Kepada Nabi Yeremia Allah berkata, “Hari ini Aku seperti seorang manusia yang anak tunggalnya mati tepat di saat hari pernikahannya sedang dipersiapkan.”

Belas Kasihan Allah

Dalam hidup manusia, penderitaan lahir sebagai buah dari kejahatan. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan Allah, karena kodrat-Nya tidak sama dengan kita. Allah tidak dapat dikenai kejahatan. Origenes seorang filsuf Yunani mengatakan, penderitaan Allah itu mendahului inkarnasi; artinya sebelum Yesus menderita sebenarnya Allah Bapa sudah lebih dahulu menderita. Jadi, sebetulnya tidak benar jika dikatakan Allah Bapa hanya melihat saja ketika Putera-Nya menderita. Bayangkanlah Abraham yang berjalan ke Gunung Moria hendak mempersembahkan Ishak anaknya. Betapa hancur hatinya, bukan? Akan tetapi, Abraham tetap taat dan tidak segan-segan menyerahkan anaknya yang tunggal.

Demikian pula Allah Bapa tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, dan menyerahkan-Nya bagi kita semua. (bdk. Rm. 8:32) Inilah sikap Allah dalam misteri keselamatan. Di dalam penderitaan Kristus, sesungguhnya Allah Bapa tidak pernah absen. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun, Aku tidak seorang diri sebab Bapa menyertai Aku.” (Yoh. 16:32) Kita bisa membayangkan, bagaimana tersayatnya hati Abraham ketika Ishak bertanya, “Bapa, kita punya api dan kayu, tetapi di mana domba untuk kurban itu?” Seolah-olah seluruh perasaan Abraham tergoyahkan saat itu. Tentunya pada saat itu Abraham merasa lebih suka jika dia sendiri yang mati. Demikian juga jika kita bayangkan Yesus yang berseru kepada Bapa dalam kekelaman taman Getsemani, “Kalau mungkin, biarlah piala ini lewat daripada-Ku…” Saat itulah Bapa surgawi menderita bersama-sama dengan anak-Nya. Terlebih ketika Yesus merasa Bapa begitu jauh, seolah-olah meninggalkan Dia, sebenarnya pada saat itu Bapa sangat dekat pada-Nya, dan seolah-olah memeluk Dia secara lebih nyata daripada yang bisa kita bayangkan, karena pada saat inilah kehendak manusiawi Sang Putera bersatu sempurna dengan kehendak Bapa. Jadi pada saat itu terjadilah persatuan kehendak yang paling dalam.

Kini kita dapat sedikit meraba maksud ucapan St. Paulus, bahwa Allah tidak menyayangkan Anak-Nya yang tunggal, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita. Artinya adalah Allah tidak mempertahankan Putera-Nya bagi diri-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita. Bukan Bapa yang menerima kurban Sang Putera, melainkan Dialah yang melaksanakan kurban Putera-Nya sendiri. Ia mempersembahkan kurban yang terbesar -yakni Putera-Nya- bagi kita, dan tidak menyimpan-Nya untuk diri sendiri. Tertulianus menulis demikian,


"Bila Putera menderita maka Bapa menderita bersama dengan Dia, dan lagi bagaimana Putera dapat menderita tanpa Bapa juga menderita bersama dengan Dia?”


St. Paulus mengatakan, jika seorang anggota tubuh Kristus menderita maka semua ikut menderita. Maka alangkah lebihnya hal ini terjadi dalam diri Tritunggal Mahakudus. Apabila salah satu anggota Trinitas menderita maka yang lain tentu juga akan menderita. Penderitaan Bapa tentu saja berbeda dengan penderitaan Putera yang menjadi manusia. Penderitaan Bapa lahir dari belas kasihan. Seorang Bapa Gereja mengatakan, “Putera menderita karena kesengsaraan-Nya, dan Bapa menderita karena belas kasihan.”

Sebetulnya belas kasihan dapat juga diartikan ikut menderita. Maka Allah yang penuh belas kasihan pun sebenarnya ikut menderita bersama manusia yang menderita. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa dalam kedalaman Allah, kita jumpai suatu cinta Bapa yang berhadapan dengan dosa manusia. Dan akhirnya kesakitan dan penderitaan Allah Bapa yang tak terselami ini menghasilkan suatu karya penyelamatan manusia lewat Yesus Kristus. Dalam penderitaan Yesus Kristus penderitaan Allah dikonkretkan dan cinta kasih yang besar ini mengalahkan dosa. Ketaatan Yesus karena cinta-Nya sebagai Anak kepada Bapa, telah melahirkan kuasa kasih yang jauh lebih besar daripada kuasa dosa. Yesus menghancurkan dosa dengan perbuatan kasih-Nya yang tiada tara. Dan Allah terlebih lagi ikut menderita di dalam diri Putera-Nya sendiri.

Mengapa Bapa menyerahkan Putera-Nya untuk mati?

Yesus melaksanakannya dengan kehendak bebas dan dalam ketaatan karena kasih, demi cinta-Nya kepada Bapa dan kepada manusia. Yesus mengenal sedalam-dalamnya cinta Allah kepada manusia karena Ia sendiri adalah Allah. St. Thomas mengatakan bahwa Bapa mencurahkan cinta-Nya yang besar bagi kita kepada Putera, sehingga Putera rela mati untuk kita. Tugas yang diterima Putera dari Bapa adalah tugas untuk mengasihi kita.

Dalam diri Yesus ketaatan dan kasih menyatu dengan sempurna. Karena kasih-Nya yang besar kepada Bapa, Yesus taat. Yesus taat tidak hanya dengan melaksanakan perintah Bapa, tetapi dengan menjadikan kehendak Bapa sebagai kehendak-Nya sendiri, yaitu kehendak untuk mengasihi dan menyelamatkan manusia. Ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang paling sukar melebihi yang bisa kita bayangkan. Begitu sulitnya ketaatan ini sehingga Yesus pun mengeluarkan peluh darah. Saat itu Ia sadar bahwa Ia harus memikul dosa seluruh umat manusia. Yesus telah menyelesaikan suatu tindak ketaatan ilahi yang begitu sempurna dengan kehendak sebagai manusia. Namun, betapa pun juga penderitaan Kristus bagi kita tetap suatu misteri. Apabila karena kerahiman-Nya Allah berkenan menyibak sedikit saja, kita akan kagum akan kebesaran misteri yang melampaui pengertian ini.

Apakah Allah tak berdaya menghadapi kejahatan? Sesungguhnya penderitaan itu sama sekali bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda belas kasihan. Allah merendahkan diri karena belas kasihan. Oleh sebab itulah, Yesus memperkenalkan Allah yang Mahatinggi dan Mahakudus kepada kita sebagai Bapa, Abba. Bapa kita adalah Allah yang Mahakuasa, yang dapat diandalkan. Para kudus sepanjang sejarah Gereja telah berjalan dengan kepercayaan yang luar biasa kepada Allah Bapa. Dengan menderita Allah menyatakan kebesaran-Nya, sebab Allah menyatakan kemahakuasaan-Nya ketika memberikan ampun dan menunjukkan belas kasihan. Allah menyatakan kuasa-Nya dalam ketidakberdayaan. Dengan kata lain, kuasa-Nya yang tidak terbatas berarti pula penderitaan-Nya yang tidak terbatas. Karena itu dalam kebijaksanaan-Nya yang tidak terbatas, Allah memutuskan untuk mengalahkan kejahatan dengan penderitaan dan mengambil penderitaan itu bagi diri-Nya sendiri. Ia ingin mengalahkan kejahatan dengan cinta, dan dengan demikian Ia memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

Selain itu kita perlu mengingat bahwa Bapa tidak pernah berpikir sedetik pun mengenai kematian Putera-Nya tanpa berpikir tentang kebangkitan dan kemuliaan-Nya.

“Dengan membangkitkan Yesus dari antara orang mati, Allah Bapa menunjukkan kebesaran kuasa-Nya yang tak terbatas dan Mahabesar.” (bdk. Ef. 1:19-20)

Sampai saat ini Allah masih menderita bagi manusia yang menolak cinta-Nya. St. Fransiskus dari Asisi menangis untuk ‘Cinta (Allah) yang tidak dicintai.’ Oleh karena itu, kini kita menyadari



PENYELAMATAN
I. Pengantar

Kita sadari bahwa hidup kita tidak berakhir di dunia ini. Iman kita mengajarkan bahwa setelah berakhirnya kehidupan kita di dunia ini, masih ada suatu kehidupan bagi kita yaitu kehidupan kekal di surga. Tetapi sebenarnya kita dapat menikmati kehidupan surgawi semenjak kita di dunia ini. Walaupun kenyataan bagi kita, bahwa kehidupan kekal masih samar- samar, tetapi baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang kehidupan itu dikerjakan oleh Yesus Kristus bagi kita. Kristus sumber dan asal penyelamatan.

Tujuan utama kedatangan Kristus di dunia ini adalah karena cinta dan kebaikan Allah bagi manusia. Suatu cinta yang mendatangkan keselamatan bagi manusia, baik keselamatan di dunia ini maupun keselamatan yang akan datang. Tetapi semuanya itu dikerjakan oleh Allah dalam Putera-Nya. Yesus menyediakan bagi kita suatu keselamatan, karena Ia telah mengurbankan dirinya di atas kayu salib. Itulah harga keselamatan kita yaitu kematian Kristus. Keselamatan Allah dikerjakan secara sempurna oleh Yesus Kristus.

Yesus rela menjadi seperti orang berdosa dan terkutuk walaupun kita tahu bahwa kemanusiaan Kristus tidak bernoda sedikitpun. Ia tidak pernah melakukan perbuatan dosa. Justru Yesus menjadi manusia agar manusia yang dikuasai oleh dosa memperoleh keselamatan. Sebab dosa mendatangkan kematian bagi manusia. Yesus adalah sang pembebas sekaligus seorang reformator terbesar sepanjang masa, karena Ia telah mengubah pandangan- pandangan manusia. Yesus telah mengubah dosa manusia yang ganjarannya adalah kematian kekal menjadi suatu kehidupan kekal. Inilah secara ringkas keselamatan yang dikerjakan Yesus bagi manusia. Yaitu keselamatan manusia dari dosa.

II. Latar belakang perutusan Yesus dan keadaan dunia dewasa ini

Secara singkat telah dikatakan bahwa tujuan perutusan Yesus ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Allah ingin menunjukan kasih dan kebaikan-Nya melalui pemberian pribadi Yesus Kristus kepada kita. Keselamatan terjadi semata- mata karena jasa Yesus. Kita tidak pernah dapat mengerjakan keselamatan itu. Kita mendapatkan keselamatan bukan karena usaha- usaha yang kita lakukan atau karena segala sesuatu yang kita miliki.

Keselamatan tidak dapat diperoleh secara lebih muda seperti memperoleh suatu barang, atau hanya membalikkan telapak tangan, juga keselamatan tidak dapat dibeli dengan kekayaan, harta benda, kedudukan, dll. Keselamatan tidak dapat ditukar dengan jabatan, harga diri, kemuliaan, kehormatan. Tetapi keselamatan manusia dari dosa dibeli dengan harga yang amat mahal yaitu dengan darah Kristus sendiri. Inti keselamatan adalah pembebasan dari dosa, atau pemulihan kembali hubungan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dengan Bapa di Surga. Bukan saja dosa yang dilakukan oleh nenek moyang kita tetapi dosa yang menguasai seluruh hidup kita. Karena itu kita perlu melihat keadaan dunia kita dewasa ini, keadaan keluarga kita terutama keadaan pribadi dan diri kita.

Kalau kita melihat keadaan dunia kita dewasa ini sepertinya ada begitu keanehan-keanehan yang terjadi. Ada tanda-tanda negatif yang kelihatan sangat jelas di balik kehidupan kita. Di satu sisi kita melihat dan memang perlu disyukuri yaitu tentang kemajuan teknologi yang sangat pesat. Yang memungkinkan manusia dengan mudah melakukan segala sesuatu. Tetapi di sisi lain kita melihat ada gejala- gejala yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki Allah yaitu supaya manusia hidup dalam kebahagiaan, sukacita dan kegembiraan.

Perkembangan teknologi di samping membawa kemudahan bagi kehidupan manusia, tetapi di balik itu ada bebagai macam kesulitan yang dihadapi manusia karenanya. Situasi dewasa ini penuh dengan penderitaan, kemelaratan, kesedihan dan isak tangis. Begitu banyak gejolak yang terjadi yang membuat manusia hidup dalam ketakutan, kecemasan dan kekecewaan. Keanehan yang terjadi telah merasuki dan mempengaruhi seluruh bidang kehidupan manusia.

Sebagai contoh: dalam bidang politik, terjadi begitu banyak gejolak dan persaingan yang tidak sehat antara para pemimpin, terjadi perebutan kekuasaan di mana-mana, sehingga untuk mencapai suatu kedudukan tertentu sering kali mengorbankan orang lain, sehingga kadang–kadang terjadi pertumpahan darah demi kekuasaan. Terjadinya kudeta yang memakan korban demi kedudukan. Untuk menjadi orang nomor satu orang rela mengorbankan apa yang ada padanya. Untuk menjadi seorang pemimpin orang sikut sana, sikut sini.

Dalam bidang ekonomi terjadi begitu banyak penyelewengan, korupsi dan penyalahgunaan hak milik negara, sehingga muncul istilah OKB (orang kaya baru), terjadinya kesenjangan sosial, rentang antara yang kaya dan miskin begitu jauh.

Dalam bidang kemanusiaan: terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, pembunuhan masal, menghapus hak-hak yang harus dilakukan orang sebagai warga negara. Orang hanya menuntut kewajiban sementara haknya diabaikan. Dan yang paling menyedihkan kita dewasa ini adalah penyalahgunaan narkotika dan obat–obat terlarang yang mengorbankan ribuan jiwa setiap harinya. Di samping itu kenyataan yang kita lihat dewasa ini adalah munculnya berbagai kejahatan dalam masyarakat: perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, penculikan serta pertempuran berkecamuk di berbagai medan perang, peledakan bom terjadi dan mengancam orang di berbagai tempat, para pengungsi yang menderita tak terhitung jumlahnya mencari perlindungan untuk mempertahankan hidup.

Walaupun ada kebanggaan karena kemajuan IPTEK, tetapi justru dengan melihat kenyataan yang kita alami atau rasakan dalam hidup kita, membuat kita merasa was- was, bahkan merasa takut dan cemas. Di satu sisi IPTEK mempermudah kehidupan manusia tetapi di sisi lain justru membawa perbudakan. Orang tidak menemukan kebebasan yang sebenarnya. Kemajuan teknologi menyeret manusia kepada suatu kehidupan yang jauh dari Allah. Dengan kemajuan itu, seolah-olah “mempermudah” kehidupan manusia dengan demikian manusia tidak perlu berjuang atau berusaha. Kemajuan teknologi menyeret banyak manusia kepada hal-hal dosa.

Sebagai contohnya adalah TV yang menayangkan berbagai iklan yang membangkitkan selera para pemirsa, menayangkan film-film porno. Kalau zaman dahulu orang dapat terhindar dari berbagai pertunjukan seperti pertunjukan teater karena mereka dapat tinggal dalam rumah mereka, tetapi dewasa ini hal itu tidak terhindar lagi. Untuk menikmati hiburan, orang tidak lagi pergi ke teater tetapi cukup menekan tombol dalam rumah bahkan orang dapat menikmati hiburan dalam kamar tidurnya masing-masing. Dengan demikian kita melihat televisi bukan lagi dipandang sebagai sarana yang dapat membantu wawasan berpikir dan perluasan pengetahuan seseorang, tetapi merupakan sesuatu yang membawa kepada maut. Tiap hari kita mendengar berita pembunuhan yang membuat kita merasa takut dan khawatir.

Manusia dewasa ini telah kehilangan kedamaian, kegembiraan dan sukacita, karena di sana-sini terjadi begitu banyak kejahatan. Manusia dewasa ini hidup dalam kecemasan, kesepian dan penderitaan yang berkepanjangan. Walaupun dalam segala hal kebutuhan mereka secara jasmani terpenuhi, namun hati mereka tidak ada kedamaian, hati mereka kosong dan hampa. Mereka telah kehilangan arti hidup yang sesungguhnya. Yang paling para dewasa ini terjadi dengan adanya suatu budaya “kebebasan” yang tidak saja terjadi dalam dunia anak muda tetapi juga pada dunia anak-anak dan orang tua, dengan adanya seks bebas.

Dunia hiburan telah memakan korban ribuan bahkan jutaan orang setiap harinya dengan adanya CD, VCD, Laserdisk, gambar- gambar porno, dll. Dewasa ini muncul juga apa yang kita namakan “Culture of Death” atau budaya kematian. Ribuan jiwa kehilangan kehidupan dengan adanya abortus, membunuh bayi-bayi yang tak bersalah yang mempunyai hak untuk hidup, bahkan di negara-negara yang tergolong ”maju”, hal itu dilegalisir oleh pemerintah, seperti negara Belanda yang dahulunya adalah negara Kristen telah diresmikan undang-undang Eutanasia yaitu pembunuhan dengan menggunakan racun atau suntikan terhadap seseorang yang lanjut usia, juga pembunuhan terhadap anak-anak cacat yang merepotkan orang tua atau keluarganya semuanya itu dibunuh tanpa salah.

Bukan hanya itu bahkan orang–orang yang mengaku diri Kristen terlebih Katolik justru terjadi hal-hal yang berlawanan dengan imannya. Tingkat perceraian dewasa ini sangat tinggi, banyak keluarga yang berantakan (Broken home). Orang memandang sakramen pernikahan hanya sebagai suatu formalitas yang harus dirayakan dengan meriah. Hanya sedikit keluarga yang harmonis, sakramen perkawinan telah dinodai oleh kerakusan dan hawa nafsu manusia. Banyak orang jatuh dalam ketidaksetiaan dengan pasangan hidupnya, terjadi begitu banyak penyelewengan dan perselingkuhan. Semuanya itu adalah awal dari segala bencana dalam suatu keluarga. Lalu dengan enaknya ada yang mengatakan bahwa singkatan dari :” selingkuh” adalah: selingan indah keluarga utuh.

III. Penyebab

Kalau kita melihat hal yang terjadi di dunia kita dewasa ini,maka timbul suatu pertanyaan dalam hati kita, Apakah penyebab semuanya itu? Apakah Allah merancang hal- hal yang demikian untuk dunia ini? Apakah Allah ingin supaya manusia yang dicintainya hidup dalam penderitaan? TIDAK Allah tidak menginginkan hal- hal yang demikian. Atau mungkinkah hal itu dirancang oleh manusia? Sesungguhnya dibalik itu ada kuasa- kuasa yang lebih berkuasa dari kekuatan manusia.

Kuasa dosa

St. Paulus mengatakan bahwa dosa telah menyusup ke mana-mana. Yang menjadi penyebab dari segala kekhawatiran, ketakutan dan kecemasan manusia dewasa ini adalah dosa. Kuasa dosa telah mempengaruhi dunia kita dewasa ini dan telah menyusup ke berbagai bidang kehidupan. Dosa mendatangkan kematian bagi manusia. Sebab upah dosa adalah maut (Rm 6:23). Kalau kehidupan surgawi dapat kita alami semenjak kita berada di dunia ini, demikian juga neraka dapat kita alami di dunia ini. Keadaan manusia yang berdosa adalah suatu keadaan neraka.

Dosa memisahkan kita dari Allah. Demikian juga gambaran neraka tidak lain adalah keterpisahan manusia dari Allah atau manusia kehilangan Allah. Manusia disiksa oleh kekejaman neraka semenjak hidupnya di dunia ini. Dosa dewasa ini terjadi dalam berbagai bentuk dan ragam serta telah menguasai kehidupan manusia. Kejatuhan manusia pertama membawa dampak bagi kita dewasa ini bahkan lebih dahsyat lagi kuasanya. Manusia zaman ini telah kehilangan arti dosa sehingga walaupun ia hidup dalam dosa, justru ia menikmati dosa tersebut, ia tidak lagi memikirkan akibat dosa, bahkan ia membela diri dengan mengatakan pertobatan adalah suatu tindakan bodoh, mengandalkan Tuhan dalam kesembuhan adalah ketinggalan zaman. Menilai tindakan kasih dan pengampunan sebagai suatu tanda kelemahan.

Orang menganggap dosa sebagai suatu kelemahan psikologis. Itu sudah menjadi pendapat umum dalam masyarakat. Sehingga dosa sudah menjadi sesuatu yang struktural, karena sudah berakar dalam masyarakat. Dosa adalah sesuatu yang menyangkal keberadaan Allah secara terang. Menyangkal kasih Allah. Dosa sudah mempengaruhi tindakan manusia sehingga St.Yohanes mengatakan: barang siapa mengatakan bahwa ia tidak berdosa, ia menipu dirinya sendiri.

Kuasa kegelapan

Suatu kuasa yang berusaha untuk melawan rencana Allah yaitu penyelamatan bagi seluruh ciptaan-Nya . Suatu kuasa yang memberontak terhadap Allah . Seperti yang dikatakan St. Paulus dalam Ef.6:12, “ karena perjuangan kita adalah bukan melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”

Iblis

Di balik kejahatan dewasa ini sesungguhnya berdirilah iblis. Iblislah yang menjadi aktor dari segala kejahatan dewasa ini. Keinginan iblis yang paling utama adalah melawan Allah dan berusaha membawa manusia kepada dosa. Iblis adalah suatu makhluk rohani atau malaikat yang telah jatuh. Ia dibuang , karena ia memberontak terhadap Allah. Hakikat iblis pertama-tama adalah kejahatan (Keb 2:23-24). Allah menciptakan manusia untuk kebakaan tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dalam dunia. Setan selalu ingin membawa malapetaka dan ingin menghancurkan manusia. Satu-satunya keinginan setan adalah melawan dan memberontak terhadap Allah.

Setan atau iblis adalah pendusta dan ia adalah bapak segala dusta dan di dalam dia tidak ada kebenaran (Yoh. 8:44). Musuh utama setan ialah Allah tetapi hal itu ditunjukkannya kepada manusia. St. Petrus mengatakan : “sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu si iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (I Pet. 5:8 ), hidup kita di dunia ini merupakan suatu perjuangan (Ef.6:12). Setan menyusup dan menggoda manusia tidak secara terang-terangan, tetapi dibungkus sedemikian rupa, sehingga nampak “baik” dalam pandangan manusia. Contoh dalam Kej.3, contoh kehidupan sehari- hari. Setan tidak secara langsung menggoda kepada hal- hal yang jahat di mata manusia, tetapi ia menggoda manusia dalam hal- hal yang baik. Tetapi ini adalah tipuan atau trik yang dilakukannya untuk menjatuhkan mangsanya.

IV. Jalan keluar yang ditempuh atau mengatasinya

Karena kuasa-kuasa tersebut (dosa, kuasa kegelapan, iblis), mempengaruhi kehidupan manusia dan sudah menyusup ke dalam sisi kehidupan, maka manusia ingin bebas dari semuanya itu dengan mencari pemecahan. Manusia membutuhkan suatu sarana untuk mengatasinya. Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa kuasa-kuasa tersebut jauh lebih kuat dibandingkan dengan kemampuan atau kuasa yang dimiliki manusia.

Karena itu kita membutuhkan suatu kekuatan untuk mengalahkannya, suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tersebut. Dan kekuatan yang dapat mengalahkannya adalah kekuatan Allah saja. Namun suatu kenyataan yang tidak kita sangkal, kita jumpai dalam masyarakat yang sebenarnya sangat disayangkan. Inilah kenyataan yang terjadi bahwa banyak orang mengandalkan dirinya sendiri, berusaha mati-matian untuk keluar dari setiap masalah yang dihadapinya.

Banyak orang yang menawarkan rencana- rencana, untuk mengubah keadaan. Ingin menuju kepada arah yang lebih baik dari yang sekarang. Mungkin menata kembali kehidupan masyarakat dengan berbagai program yang direncanakan, menata kembali kehidupan politik atau ekonomi, pendidikan formal yang lebih baik, teknisi yang lebih maju, propaganda- propaganda anti kekerasan, seminar- seminar dilaksanakan di berbagai tempat dan kalangan masyarakat intelek, dialog para tokoh masyarakat, dll. Semuanya itu ditawarkan sebagai suatu jalan keluar untuk mengatasinya.

Banyak usaha yang dilakukan negara-negara maju maupun negara- negara berkembang untuk mengatasi gejolak dewasa ini. Banyak pemimpin yang bersatu menuangkan pikiran dan isi hati mereka di meja perundingan. Namun kita lihat bahwa semuanya itu adalah rancangan, usaha dan rencana manusiawi belaka. Manusia ingin memecahkan masalah dengan pikirannya sendiri, dengan kemampuannya sendiri, dengan akalnya sendiri. Semuanya itu adalah usaha manusiawi belaka.yang tidak membawa kepada suatu arah yang lebih baik, yang tidak membawa kepada perdamaian yang diinginkan dan diimpikan bersama.

Semuanya itu adalah pertimbangan dan kebijaksanaan akal budi manusia. Bahkan lebih menyedihkan lagi, kita banyak menjumpai kenyataan, bahwa untuk mengatasi masalah yang ada, orang cenderung kepada hal-hal yang berlawanan dengan iman, di samping mengandalkan diri sendiri, orang mencari kekuatan-kekuatan lain untuk mengatasinya seperti paranormal, dukun dan ilmu-ilmu gaib lainnya. Bahkan ada juga yang memegang prinsip “SI VIS PACEM PARA BELLUM” untuk mencapai suatu perdamaian ( jika ingin berdamai, berperanglah). Semuanya ini adalah sia-sia dan bersumber pada kemampuan manusia tetapi Tuhan berkata (Yes. 55:8-9)

V. Yesus Kristus Sang Penyelamat

Terhadap kuasa-kuasa tersebut, tidaklah dapat dikalahkan dengan kekuatan-kekuatan manusia. Lalu siapakah yang dapat mengalahkan semuanya itu? Sebagai jawaban atas kebutuhan- kebutuhan tersebut, adalah Allah sendiri. Manusia tidak cukup mengandalkan dirinya sendiri dan semua usaha yang dilakukannya. Memang semua usaha itu baik, tetapi harus dipadukan dengan kekuatan Allah. Manusia harus membutuhkan iman dan sudah saatnya kita bersandar pada kekuatan iman. Untuk tujuan keselamatan inilah yaitu keselamatan dari dosa, kuasa kegelapan dan iblis, Allah mengutus Putera-Nya Yesus Kristus.

Yesus yang kodratnya Allah rela mengenakan kedagingan manusia demi keselamatan seluruh umat supaya kuasa–kuasa tersebut tidak lagi berkuasa atas manusia. Wafat dan kebangkitan Yesus telah mengalahkan kuasa-kuasa dunia kegelapan. Inilah tanda cinta Allah yang paling besar kepada manusia dan merupakan puncak dari belas kasihan Allah terhadap manusia. Yang menjadi dasar dari kematian Yesus adalah menyelamatkan manusia dari ketiga kuasa tersebut. Yesus rela menjadi pendosa berat dan mengalami neraka di atas salib demi kita, anda dan saya.

Wafat dan kebangkitan Kristus adalah dasar dari iman kita dan merupakan sesuatu yang sangat sentral dan hakiki dari iman Kristen. Kita manusia ditebus dengan harta yang kita miliki, bukan dengan emas atau perak, bukan dengan kedudukan atau kekuasaan yang kita miliki, tetapi kita ditebus dengan darah Kristus. Kita ditebus dengan harga yang amat mahal. Kita tidak mungkin membebaskan diri dari kekuasaan-kekuasaan yang membawa kita kepada dosa dengan segala yang ada pada kita. Kristus telah menjadi korban untuk keselamatan kita seperti yang dikatakan St. Paulus dalam Kol. 1:13.

Cinta Allah dan kebebasan manusia dari dosa, kuasa kegelapan dan iblis, menuntut suatu pengurbanan yaitu yesus sendiri. Perutusan Yesus dan pengurbanan-Nya di atas kayu salib, membawa suatu kehidupan kepada kita yang sebenarnya mati karena dosa- dosa manusia. Karya keselamatan yang dikerjakan Yesus, mengubah kehidupan manusia. Pekikan pertempuran di berbagai medan perang diubah menjadi suatu nyanyian kedamaian, kesedihan telah diubah menjadi kegembiraan, ketakutan telah diubah menjadi sukacita, kekhawatiran telah diubah menjadi kedamaian hati. Pengurbanan Kristus memberikan kebebasan kepada kita dari segala perhambaan dosa, iblis dan kuasa kegelapan.

St. Paulus mengatakan dalam Rm 6:10-11. Kematian Kristus bagi kita adalah suatu karunia penyelamatan Allah. Banyak orang dewasa ini tidak mengerti tentang agama Kristen terutama dengan kematian Kristus. Banyak yang mengatakan bahwa kematian Kristus adalah suatu tanda kelemahan atau kekalahan suatu tanda ketidakberdayaan Yesus terhadap segala kuasa tersebut. Tetapi bagi kita kematiannya adalah suatu kehidupan. Kematian-Nya merupakan suatu kematian manusia lama kita. Kematian adalah suatu yang menyedihkan tetapi kita percaya hidup tidak berakhir pada kematian karena masih ada kebangkitan. Demikian juga kita, kita harus mati lebih dahulu dengan jalan pertobatan agar kita mampu meraih kemenangan bersama Kristus dalam kebangkitan kita, suatu kebangkitan manusia baru sebagai tanda keselamatan itu.

Penutup

Sadar akan semua yang dikerjakan Kristus bagi kita, yaitu keselamatan kita dari dosa, iblis dan kuasa kegelapan, maka Ia adalah satu-satunya harapan dan merupakan tumpuan kita. Kita diberikan iman untuk percaya kepada kuasa-Nya. Karena itu, St. Petrus menasihatkan kita, (I Pet.5:8) hal yang sama dikatakan St Paulus kepada kita dalam Ef. 6:13- 18. Kristus adalah pemenang kita. Tidak ada kuasa lain yang dapat mengalahkannya dan tidak ada kuasa manusia yang dapat mengalahkan kuasa dunia ini selain kuasa Yesus sendiri.

Kesimpulan


Yesus adalah Tuhan dan penyelamat kita:

Ia datang membebaskan kita dari kuasa dosa, dari cengkeraman iblis dan kuasa- kuasa kegelapan.
Ia telah wafat dan bangkit kembali untuk membawa kita kepada kehidupan baru (Rm.4:25).
Ia telah mematahkan kuasa iblis dan kuasa- kuasa kegelapan (bdk. Yoh 12:31. I Yoh 4:4).
Penyelamatan mempunyai arti lebih daripada hanya pergi ke surga. Pada hakekatnya penyelamatan adalah suatu hidup yang baru sama sekali yang dialami sejak hidup di dunia ini, sekarang ini juga (Yoh.10:10, 4:4).
Allah memberikan kuasa yang penuh kepada kita untuk membawakan kebebasan dan hidup baru bagi mereka yang mau percaya(Mat.28:28, Fil2:5-11).


Tuhan Allahku ambillah dari diriku segala sesuatu yang menghalang- halangi aku untuk datang kepadaMu,
Tuhan dan Allahku beri aku segala sesuatu yang mendekatkan aku kepadaMu,
Tuhan dan Allahku ambillah aku dari diriku dan jadikanlah aku sepenuhnya milik-Mu
(Nicolaus dari Flue)


Semoga tidak ada hal- hal yang membingungkan engkau
Semoga tidak ada hal- hal yang menakutkan engkau
Segala sesuatu akan berlalu
Kesabaran memperoleh segala sesuatu
Siapa yang memiliki Allah tidak kekurangan sesuatu pun
Allah sendiri mencukupinya
(St. Teresa dari Avila)


Kepada mereka yang merasa terganggu oleh apa yang mereka alami dan memberontak terhadapnya”: Segala sesuatu timbul dari Cinta, segala sesuatu diarahkan kepada keselamatan manusia. Allah tidak membuat apa pun di luar tujuan ini
(St. Katarina Siena)

Tidak ada sesuatu yang dapat terjadi, yang tidak dikehendaki Allah. Tetapi apa pun yang Ia kehendaki, betapa pun juga pahitnya hal itu, merupakan yang terbaik untuk kita
(Surat St. Thomas Morus menghibur putrinya sebelum mati sahidnya)

Dengan rahmat Allah aku sadar bahwa, aku harus berpegang teguh pada iman dan paling sedikit dengan sama teguhnya harus melihat bahwa segala sesuatu, bagaimana pun keadaannya,akan menjadi baik…..dan engkau akan melihat bahwa, segala sesuatu akan menjadi baik
(Yuliana dari Norwikh)

Apa alasannya, maka Engkau meninggikan manusia ke martabat yang begitu mulia? Cinta yang tidak ternilai yang dengannya Engkau memandang makhluk-Mu dalam diri-Mu sendiri dan jatuh cinta kepadanya; sebab Engkau menciptakannya karena cinta. Engkau memberi kepadanya suatu kodrat, yang dapat merasakan kegembiraan yang dari pada-Mu, harta abadi
(St. Katarina Siena)

No comments: