Saturday, September 25, 2010

APA atau SIAPA KEBENARAN?


Pontius Pilatus berdiri di hadapan Yesus Kristus, bertanya kepada-Nya, “Apa itu Kebenaran?”

Dia sebenarnya menanyakan sebuah pertanyaan yang salah. Kalau dia bertanya, “Siapa Kebenaran,” Yesus akan menyatakan diriNya sebagai “Kebenaran” kepadanya.

Ketika Yesus menyatakan di dalam Yohanes 14:6,”Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup”, maka wacana tentang kebenaran mempunyai dimensi yang berbeda, kebenaran itu adalah pribadi Yesus.

Ketika Yesus menyatakan dirinya bahwa dirinyalah Sang Kebenaran, maka sebenarnya pertanyaan yang relevan ketika berwacana tentang kebenaran adalah “Siapa (Sang) Kebenaran?”. Ketika kebenaran itu terwujud di dalam pribadi Kristus, maka kebenaran adalah pribadi Yesus. Dan kita tidak menanyakan sesuatu yang bersifat personal dengan pertanyaan “apa”, tetapi “siapa”.

Pertanyaan yang menggunakan kata tanya “Apa” rasanya tidak tepat digunakan untuk mendapatkan penjelasan tentang seorang pribadi. Pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “Apa”, sangatlah cocok dipasangkan pada sesuatu yang impersonal. Namun pertanyaan yang menggunakan kata tanya “Siapa”, akan selalu berkaitan dengan sesuatu yang bersifat personal, yang menunjuk kepada seorang pribadi.

Wacana kebenaran tersebar luas di dalam berbagai pandangan, namun sebuah revolusi terjadi ketika kebenaran itu mewujud di dalam seorang pribadi yang agung dan mulia, Yesus Kristus. Ketika kebenaran adalah di dalam Yesus Kristus, bagaimana saya bisa mengalami kebenaran tersebut?

Terdapat dua istilah yang menjadi dasar di dalam membicarakan kebenaran, yaitu kebenaran karena usaha manusia sendiri, dan kebenaran yang berasal bukan dari diri kita, tetapi kebenaran yang diberikan/dianugrahkan kepada kita. Seseorang mendapat upah berdasarkan apa yang dia usahakan, apa yang dia tuai adalah hasil dari apa yang dia tabur. Ketika ada aksi maka ada reaksi. Semua hukum yang berlaku di seluruh dunia menyetujui hal ini. Kemudian pertanyaan yang mengikutinya adalah, apakah ada orang menjadi “benar” ketika dia mendasarkan kebenarannya berdasarkan apa yang dia usahakan?

“Tidak ada yang benar, seorang pun tidak”, sejujur itulah sebenarnya pengakuan yang saya miliki. Kebenaran kita seperti debu dihadapkan kepada kebenaran Allah. Saya pun tahu saya tidak bersaing dengan Allah di dalam kebenaran.

Jadi bagaimana saya boleh mengalami kebenaran itu, jikalau tidak ada seorang pun benar. Apakah dengan segala hukum saya akan mengalami kebenaran, atau justru saya semakin menyadarkan saya bahwa di dalam banyak hukum terdapat banyak pelanggaran?

Apakah saya bisa bermegah karena kebenaran saya sendiri?

Tetapi syukur kepada Allah, kebenaran itu adalah Isa Almasih, Sang Kebenaran telah menyatakan dirinya, supaya manusia mengenal kebenaran. Dan Sang Kebenaran itu hidup, dia tidak tergantung kepada usaha dan perbuatan manusia untuk kita bisa mengenalnya, kecuali Sang Kebenaran itu berkasih karunia menyatakan diriNya kepada kita, oleh anugrahNya yang ajaib.

Mengalami Kristus adalah mengalami kebenaran yang sejati. Itulah misteri yang dicari sepanjang zaman, yang telah diungkapkan kepada kita semua, tetapi manusia lebih menyukai kebenarannya sendiri dibandingkan kebenaran Allah.

Kebenaran bukan agama, kelompok keagamaan yang benar, ajaran-ajaran dari beberapa orang besar atau perempuan, suatu badan pengetahuan, yang “benar” buku, yang dalam filsafat, konsep yang benar atau serangkaian hukum atau prinsip-prinsip yang mengatur. Tidak pernah dapat dipastikan melalui “metode ilmiah” , logika atau penalaran. Semua ini adalah instrumen yang masih jauh dari kemampuan untuk memahami “Kebenaran”. Kebenaran telah hadir di dalam soerang pribadi dan hanya dapat diketahui melalui sebuah relasi yang intim dan mendalam dalam sebuah perjanjian (covenant). Perjanjian tersebut adalah pertukaran hidup. Kita tidak akan pernah mengetahui kebenaran sampai “Kebenaran” menjadi hidup Kita dan hidup Kita menjadi hidup-Nya. Memerlukan kebenaran mutlak, penyerahan total kepada Anak Allah. Ini adalah pertukaran hidup dalam cara yang paling intim di alam semesta. Inilah makna penebusan. Ini adalah perkawinan jiwa. Ini adalah ikatan yang membebaskan. Ini adalah sebuah paradoks. Dan ketika kita memasukkan paradoks ini, kita akan benar-benar bebas dan kita kemudian akan mengetahui apa sebenarnya Cinta Sejati.

Ketika Yesus Kristus mengatakan, “Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun sampai kepada Bapa jikalau tidak melalui Aku.” Kebenaran itu mejadi bagian yang tidak terpisahkan dari diriNya. Dia yang adalah kebenaran itu menjadi dasar pembaruan relasi kita dengan Allah. Kita boleh mengalami kebenaran karena relasi kita dengan Sang Kebenaran. Kita diberi anugrah mengalami kebenaran yang relasional, sebagai akibat dari kebenaran yang diberikan/dianugrahkan kepada kita.

Pertanyaan tentang kebenaran adalah untuk menjawab siapa kebenaran tersebut. Kristus dengan tegas menyatakan Akulah Kebenaran. Ketika Kristus mengatakan bahwa diriNya lah kebenaran yang sejati, maka kebenaran itu ekslusif miliknya. Saya bisa mengalami kebenaran itu jikalau Yesus Kristus sendiri menganugrahkan kebenaran tersebut kepada kita, kebenaranNya menjadi milik kita, kita dibenarkanNya, dan keberanNya itu memerdekakan.

No comments: