Tuesday, May 26, 2009

MISTERI PENDERITAAN ALLAH BAPA




St. Paulus mengatakan, “… aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima nama-Nya.” (Ef. 3:14) Bapa adalah sumber dari segala sesuatu. Nama Bapa ini begitu sering keluar dari bibir Yesus. Bapa selalu berada dalam pikiran maupun hati Yesus. Bapa sangat mempengaruhi seluruh ada-Nya. Datangnya Yesus ke dunia ini juga untuk melaksanakan kehendak Bapa yang Dia cintai. Demi Bapa yang dicintai-Nya melebihi segala sesuatu, Yesus rela melakukan penebusan umat manusia. Dengan demikian, kita lihat bahwa bagi Yesus nama Bapa itu begitu berharga dan Dia dipersatukan begitu mesra dengan Bapa. Oleh karena itu, Dia butuh waktu-waktu khusus untuk berada berdua saja dengan Bapa. Yesus selalu bicara tentang Bapa; hal ini mengungkapkan kehidupan batin-Nya yang luar biasa. Yesus begitu terpesona oleh Bapa-Nya. Bisa kita bayangkan, jika Yesus berbicara tentang Bapa kepada murid-murid-Nya, sabda-Nya itu keluar dari kedalaman hati-Nya yang berkobar akan kasih kepada Bapa, sehingga murid-murid-Nya terpesona dan Filipus pun berkata, “Tuhan, perlihatkanlah Bapa kepada kami maka itu sudah cukup.”

Bagi Yesus, Bapa adalah Abba, yaitu panggilan mesra untuk seorang ayah. Dan St. Paulus pun mengatakan kita juga boleh meneladan Yesus, memanggil Allah dengan sebutan Abba. Pengertian ayah di sini adalah ayah yang sangat baik, bukan ayah duniawi yang banyak di antaranya merupakan tukang pukul atau tukang mabuk. Allah Bapa adalah Abba yang setia, yang tidak pernah membiarkan kita sendiri, sekali pun semua orang pergi meninggalkan kita. Abba yang Mahabaik inilah yang hendak diwartakan Yesus kepada manusia.

“Aku telah membeitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.” (Yoh. 17:26)

Oleh sebab itu, bahkan penderitaan Yesus sendiri sebenarnya menyatakan cinta kasih Allah Bapa kepada kita. Karena itulah Yesus menyongsong kematian-Nya dengan berkata,



“Supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku, bangunlah, marilah kita pergi dari sini.” (Yoh. 14:31)

Hubungan Bapa dan Putera begitu erat, dan perlu kita sadari bahwa karya penyelamatan ini sebenarnya bukan hanya karya penyelamatan Allah Putera, melainkan karya Allah Tritunggal. Saat ini, kita hendak menyimak peranan Bapa di dalam karya keselamatan yang dijalankan oleh Kristus, dalam penderitaan-Nya, dan dalam kebangkitan-Nya. St. Paulus melihat peranan Bapa yang besar bagi kita, yaitu menyatakan kasih-Nya dengan menentukan saat kematian Kristus di saat kita masih berdosa dan lemah. (bdk. Rm. 5:6-10) Begitu besarnya kasih Allah sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal. (bdk. Yoh. 3:16)


Sayangnya budaya modern dewasa ini telah merusak citra baik seorang bapa. Banyak orang tidak bisa berdoa ‘Bapa Kami’ karena teringat akan ayahnya yang jahat. Banyak keluarga berantakan, dan banyak anak-anak yang melihat ayah mereka memukuli ibu mereka. Selain itu dahulu berkembang konsep bahwa Allah adalah sosok yang kejam dan haus kemuliaan, yang tidak bisa menerima begitu saja diri-Nya dihina manusia. Penghinaan itu hanya bisa ditebus dengan menghancurkan manusia dalam diri Yesus Kristus. Seolah-olah Yesus adalah korban kekejaman Allah Bapa yang haus akan kekuasaan dan kemuliaan. Bahkan pada Misa Jumat Agung tahun 1662 ada suatu khotbah yang sangat keliru yang berbunyi demikian:

“Jiwa PENYELAMAT-ku tertekan oleh ketakutan kepada Allah yang begitu mengancam, dan ketika Dia ingin melemparkan diri-Nya ke dalam tangan Allah untuk mencari penghiburan dan sedikit keringanan dari penderitaan-Nya, Ia melihat bahwa Allah memalingkan wajah-Nya, menolak Dia, dan meninggalkan Dia seluruhnya dalam cengkeraman keberangan Allah dan dalam keadilan-Nya yang penuh kemarahan.”



Apabila orang mendengarkan khotbah ini, tentunya akan segera tergambar Allah yang kejam. Akan tetapi, ini adalah gambaran yang sama sekali keliru tentang Allah Bapa. Gagasan semacam ini sekarang memang sudah tidak diterima lagi dalam Gereja.

St. Theresia dari Lisieux yang kembali kepada Injil, menemukan kembali citra Allah Yang Maharahim. Ini adalah sumbangan yang besar dari St. Theresia. Allah begitu peduli terhadap nasib manusia. Bahkan dikatakan rambut di kepala kita pun dihitung oleh Bapa di surga, dan tak sehelai pun gugur tanpa diketahui-Nya. Yesus mengatakan bahwa burung-burung kecil di udara saja dipelihara Bapa, dan betapa lebihnya kita.

Sering kita mendengar cetusan pertanyaan mengapa orang-orang tak bersalah harus menderita? Mengapa ada begitu banyak ketidakadilan terjadi? Mengapa Ia membiarkan semua ini terjadi? Mengapa Allah membiarkan begitu banyak orang dibunuh, begitu banyak bayi diaborsi? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Banyak sekali pertanyaan yang tidak bisa kita jawab.

Akan tetapi, baiklah kita melihat apa yang dikatakan Kitab Suci mengenai Allah yang menderita, “Maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (Kej. 6:6) Di sini Kitab Suci mengatakan bahwa Allah sama sekali bukannya acuh tak acuh terhadap penderitaan manusia. Dikatakan juga oleh Kitab Suci, setiap pemberontakan Israel telah menyusahkan hati-Nya. (bdk. Mz. 78:40) Dan sebetulnya jika kita membaca dengan perlahan-lahan seluruh Kitab Suci maka seolah-olah kita jumpai Kitab Suci merupakan rangkaian keluhan hati Allah yang patah. “Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku!” (Mi. 6:3) Ini semua adalah ungkapan kesedihan hati Bapa yang dikhianati anak-Nya. Kemudian dengan lembut hati Allah pun mengajak umat-Nya, “Marilah kita berperkara. Sekali pun dosamu merah seperti kirmizi akan menjadi putih seperti salju.” (Yes. 1:18)

Jadi dari Kitab Suci kita dapat melihat sendiri, Allah bukanlah Bapa yang sadis, yang diam saja bila melihat umat-Nya menderita. Hati Allah sungguh-sungguh disedihkan oleh ulah manusia. Hanya saja, dalam hal ini kesedihan Allah berbeda dengan kesedihan manusia. Allah tidak menderita demi Dia sendiri, seolah-olah Dia kehilangan atau kekurangan sesuatu., tetapi Dia menderita demi manusia yang menghancurkan dirinya sendiri. Itulah penderitaan Allah. Lain halnya dengan manusia. Jika seorang anak berbuat kejahatan, ayahnya dan seluruh keluarganya jadi menderita karena malu. Allah menderita karena ia tahu betul manusia yang dikasihi-Nya sebagai anak-Nya sendiri sedang menghancurkan dirinya. Oleh karena itu dalam Kitab Suci terkadang digambarkan Allah sebagai yang tak berdaya menghadapi kejahatan manusia. Hati-Nya sedih dan tersayat karena pemberontakan manusia.

“Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak.” (Hos. 11:8a,c)

Ayat ini menunjukkan perjuangan hati Allah yang dari satu pihak rasanya ingin menghancurkan Israel, tetapi belas kasihan hati-Nya membuat-Nya bersikap, “Masakan Aku lakukan itu…” Kalau pun terjadi Allah melaksanakan hukuman-Nya, itu semata demi menyadarkan manusia agar bertobat dan kembali kepada-Nya “karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia”. (Rat. 3:33)

Dalam sebuah tafsiran Yahudi mengenai Kitab Suci, dikatakan bahwa pada hari kenisah di Yerusalem dihancurkan, Allah menangis. Kepada Nabi Yeremia Allah berkata, “Hari ini Aku seperti seorang manusia yang anak tunggalnya mati tepat di saat hari pernikahannya sedang dipersiapkan.”

Belas Kasihan Allah

Dalam hidup manusia, penderitaan lahir sebagai buah dari kejahatan. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan Allah, karena kodrat-Nya tidak sama dengan kita. Allah tidak dapat dikenai kejahatan. Origenes seorang filsuf Yunani mengatakan, penderitaan Allah itu mendahului inkarnasi; artinya sebelum Yesus menderita sebenarnya Allah Bapa sudah lebih dahulu menderita. Jadi, sebetulnya tidak benar jika dikatakan Allah Bapa hanya melihat saja ketika Putera-Nya menderita. Bayangkanlah Abraham yang berjalan ke Gunung Moria hendak mempersembahkan Ishak anaknya. Betapa hancur hatinya, bukan? Akan tetapi, Abraham tetap taat dan tidak segan-segan menyerahkan anaknya yang tunggal.

Demikian pula Allah Bapa tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, dan menyerahkan-Nya bagi kita semua. (bdk. Rm. 8:32) Inilah sikap Allah dalam misteri keselamatan. Di dalam penderitaan Kristus, sesungguhnya Allah Bapa tidak pernah absen. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun, Aku tidak seorang diri sebab Bapa menyertai Aku.” (Yoh. 16:32) Kita bisa membayangkan, bagaimana tersayatnya hati Abraham ketika Ishak bertanya, “Bapa, kita punya api dan kayu, tetapi di mana domba untuk kurban itu?” Seolah-olah seluruh perasaan Abraham tergoyahkan saat itu. Tentunya pada saat itu Abraham merasa lebih suka jika dia sendiri yang mati. Demikian juga jika kita bayangkan Yesus yang berseru kepada Bapa dalam kekelaman taman Getsemani, “Kalau mungkin, biarlah piala ini lewat daripada-Ku…” Saat itulah Bapa surgawi menderita bersama-sama dengan anak-Nya. Terlebih ketika Yesus merasa Bapa begitu jauh, seolah-olah meninggalkan Dia, sebenarnya pada saat itu Bapa sangat dekat pada-Nya, dan seolah-olah memeluk Dia secara lebih nyata daripada yang bisa kita bayangkan, karena pada saat inilah kehendak manusiawi Sang Putera bersatu sempurna dengan kehendak Bapa. Jadi pada saat itu terjadilah persatuan kehendak yang paling dalam.

Kini kita dapat sedikit meraba maksud ucapan St. Paulus, bahwa Allah tidak menyayangkan Anak-Nya yang tunggal, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita. Artinya adalah Allah tidak mempertahankan Putera-Nya bagi diri-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita. Bukan Bapa yang menerima kurban Sang Putera, melainkan Dialah yang melaksanakan kurban Putera-Nya sendiri. Ia mempersembahkan kurban yang terbesar -yakni Putera-Nya- bagi kita, dan tidak menyimpan-Nya untuk diri sendiri. Tertulianus menulis demikian,


"Bila Putera menderita maka Bapa menderita bersama dengan Dia, dan lagi bagaimana Putera dapat menderita tanpa Bapa juga menderita bersama dengan Dia?”


St. Paulus mengatakan, jika seorang anggota tubuh Kristus menderita maka semua ikut menderita. Maka alangkah lebihnya hal ini terjadi dalam diri Tritunggal Mahakudus. Apabila salah satu anggota Trinitas menderita maka yang lain tentu juga akan menderita. Penderitaan Bapa tentu saja berbeda dengan penderitaan Putera yang menjadi manusia. Penderitaan Bapa lahir dari belas kasihan. Seorang Bapa Gereja mengatakan, “Putera menderita karena kesengsaraan-Nya, dan Bapa menderita karena belas kasihan.”

Sebetulnya belas kasihan dapat juga diartikan ikut menderita. Maka Allah yang penuh belas kasihan pun sebenarnya ikut menderita bersama manusia yang menderita. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa dalam kedalaman Allah, kita jumpai suatu cinta Bapa yang berhadapan dengan dosa manusia. Dan akhirnya kesakitan dan penderitaan Allah Bapa yang tak terselami ini menghasilkan suatu karya penyelamatan manusia lewat Yesus Kristus. Dalam penderitaan Yesus Kristus penderitaan Allah dikonkretkan dan cinta kasih yang besar ini mengalahkan dosa. Ketaatan Yesus karena cinta-Nya sebagai Anak kepada Bapa, telah melahirkan kuasa kasih yang jauh lebih besar daripada kuasa dosa. Yesus menghancurkan dosa dengan perbuatan kasih-Nya yang tiada tara. Dan Allah terlebih lagi ikut menderita di dalam diri Putera-Nya sendiri.

Mengapa Bapa menyerahkan Putera-Nya untuk mati?

Yesus melaksanakannya dengan kehendak bebas dan dalam ketaatan karena kasih, demi cinta-Nya kepada Bapa dan kepada manusia. Yesus mengenal sedalam-dalamnya cinta Allah kepada manusia karena Ia sendiri adalah Allah. St. Thomas mengatakan bahwa Bapa mencurahkan cinta-Nya yang besar bagi kita kepada Putera, sehingga Putera rela mati untuk kita. Tugas yang diterima Putera dari Bapa adalah tugas untuk mengasihi kita.

Dalam diri Yesus ketaatan dan kasih menyatu dengan sempurna. Karena kasih-Nya yang besar kepada Bapa, Yesus taat. Yesus taat tidak hanya dengan melaksanakan perintah Bapa, tetapi dengan menjadikan kehendak Bapa sebagai kehendak-Nya sendiri, yaitu kehendak untuk mengasihi dan menyelamatkan manusia. Ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang paling sukar melebihi yang bisa kita bayangkan. Begitu sulitnya ketaatan ini sehingga Yesus pun mengeluarkan peluh darah. Saat itu Ia sadar bahwa Ia harus memikul dosa seluruh umat manusia. Yesus telah menyelesaikan suatu tindak ketaatan ilahi yang begitu sempurna dengan kehendak sebagai manusia. Namun, betapa pun juga penderitaan Kristus bagi kita tetap suatu misteri. Apabila karena kerahiman-Nya Allah berkenan menyibak sedikit saja, kita akan kagum akan kebesaran misteri yang melampaui pengertian ini.

Apakah Allah tak berdaya menghadapi kejahatan? Sesungguhnya penderitaan itu sama sekali bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda belas kasihan. Allah merendahkan diri karena belas kasihan. Oleh sebab itulah, Yesus memperkenalkan Allah yang Mahatinggi dan Mahakudus kepada kita sebagai Bapa, Abba. Bapa kita adalah Allah yang Mahakuasa, yang dapat diandalkan. Para kudus sepanjang sejarah Gereja telah berjalan dengan kepercayaan yang luar biasa kepada Allah Bapa. Dengan menderita Allah menyatakan kebesaran-Nya, sebab Allah menyatakan kemahakuasaan-Nya ketika memberikan ampun dan menunjukkan belas kasihan. Allah menyatakan kuasa-Nya dalam ketidakberdayaan. Dengan kata lain, kuasa-Nya yang tidak terbatas berarti pula penderitaan-Nya yang tidak terbatas. Karena itu dalam kebijaksanaan-Nya yang tidak terbatas, Allah memutuskan untuk mengalahkan kejahatan dengan penderitaan dan mengambil penderitaan itu bagi diri-Nya sendiri. Ia ingin mengalahkan kejahatan dengan cinta, dan dengan demikian Ia memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

Selain itu kita perlu mengingat bahwa Bapa tidak pernah berpikir sedetik pun mengenai kematian Putera-Nya tanpa berpikir tentang kebangkitan dan kemuliaan-Nya.

“Dengan membangkitkan Yesus dari antara orang mati, Allah Bapa menunjukkan kebesaran kuasa-Nya yang tak terbatas dan Mahabesar.” (bdk. Ef. 1:19-20)

Sampai saat ini Allah masih menderita bagi manusia yang menolak cinta-Nya. St. Fransiskus dari Asisi menangis untuk ‘Cinta (Allah) yang tidak dicintai.’ Oleh karena itu, kini kita menyadari



PENYELAMATAN
I. Pengantar

Kita sadari bahwa hidup kita tidak berakhir di dunia ini. Iman kita mengajarkan bahwa setelah berakhirnya kehidupan kita di dunia ini, masih ada suatu kehidupan bagi kita yaitu kehidupan kekal di surga. Tetapi sebenarnya kita dapat menikmati kehidupan surgawi semenjak kita di dunia ini. Walaupun kenyataan bagi kita, bahwa kehidupan kekal masih samar- samar, tetapi baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang kehidupan itu dikerjakan oleh Yesus Kristus bagi kita. Kristus sumber dan asal penyelamatan.

Tujuan utama kedatangan Kristus di dunia ini adalah karena cinta dan kebaikan Allah bagi manusia. Suatu cinta yang mendatangkan keselamatan bagi manusia, baik keselamatan di dunia ini maupun keselamatan yang akan datang. Tetapi semuanya itu dikerjakan oleh Allah dalam Putera-Nya. Yesus menyediakan bagi kita suatu keselamatan, karena Ia telah mengurbankan dirinya di atas kayu salib. Itulah harga keselamatan kita yaitu kematian Kristus. Keselamatan Allah dikerjakan secara sempurna oleh Yesus Kristus.

Yesus rela menjadi seperti orang berdosa dan terkutuk walaupun kita tahu bahwa kemanusiaan Kristus tidak bernoda sedikitpun. Ia tidak pernah melakukan perbuatan dosa. Justru Yesus menjadi manusia agar manusia yang dikuasai oleh dosa memperoleh keselamatan. Sebab dosa mendatangkan kematian bagi manusia. Yesus adalah sang pembebas sekaligus seorang reformator terbesar sepanjang masa, karena Ia telah mengubah pandangan- pandangan manusia. Yesus telah mengubah dosa manusia yang ganjarannya adalah kematian kekal menjadi suatu kehidupan kekal. Inilah secara ringkas keselamatan yang dikerjakan Yesus bagi manusia. Yaitu keselamatan manusia dari dosa.

II. Latar belakang perutusan Yesus dan keadaan dunia dewasa ini

Secara singkat telah dikatakan bahwa tujuan perutusan Yesus ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Allah ingin menunjukan kasih dan kebaikan-Nya melalui pemberian pribadi Yesus Kristus kepada kita. Keselamatan terjadi semata- mata karena jasa Yesus. Kita tidak pernah dapat mengerjakan keselamatan itu. Kita mendapatkan keselamatan bukan karena usaha- usaha yang kita lakukan atau karena segala sesuatu yang kita miliki.

Keselamatan tidak dapat diperoleh secara lebih muda seperti memperoleh suatu barang, atau hanya membalikkan telapak tangan, juga keselamatan tidak dapat dibeli dengan kekayaan, harta benda, kedudukan, dll. Keselamatan tidak dapat ditukar dengan jabatan, harga diri, kemuliaan, kehormatan. Tetapi keselamatan manusia dari dosa dibeli dengan harga yang amat mahal yaitu dengan darah Kristus sendiri. Inti keselamatan adalah pembebasan dari dosa, atau pemulihan kembali hubungan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dengan Bapa di Surga. Bukan saja dosa yang dilakukan oleh nenek moyang kita tetapi dosa yang menguasai seluruh hidup kita. Karena itu kita perlu melihat keadaan dunia kita dewasa ini, keadaan keluarga kita terutama keadaan pribadi dan diri kita.

Kalau kita melihat keadaan dunia kita dewasa ini sepertinya ada begitu keanehan-keanehan yang terjadi. Ada tanda-tanda negatif yang kelihatan sangat jelas di balik kehidupan kita. Di satu sisi kita melihat dan memang perlu disyukuri yaitu tentang kemajuan teknologi yang sangat pesat. Yang memungkinkan manusia dengan mudah melakukan segala sesuatu. Tetapi di sisi lain kita melihat ada gejala- gejala yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki Allah yaitu supaya manusia hidup dalam kebahagiaan, sukacita dan kegembiraan.

Perkembangan teknologi di samping membawa kemudahan bagi kehidupan manusia, tetapi di balik itu ada bebagai macam kesulitan yang dihadapi manusia karenanya. Situasi dewasa ini penuh dengan penderitaan, kemelaratan, kesedihan dan isak tangis. Begitu banyak gejolak yang terjadi yang membuat manusia hidup dalam ketakutan, kecemasan dan kekecewaan. Keanehan yang terjadi telah merasuki dan mempengaruhi seluruh bidang kehidupan manusia.

Sebagai contoh: dalam bidang politik, terjadi begitu banyak gejolak dan persaingan yang tidak sehat antara para pemimpin, terjadi perebutan kekuasaan di mana-mana, sehingga untuk mencapai suatu kedudukan tertentu sering kali mengorbankan orang lain, sehingga kadang–kadang terjadi pertumpahan darah demi kekuasaan. Terjadinya kudeta yang memakan korban demi kedudukan. Untuk menjadi orang nomor satu orang rela mengorbankan apa yang ada padanya. Untuk menjadi seorang pemimpin orang sikut sana, sikut sini.

Dalam bidang ekonomi terjadi begitu banyak penyelewengan, korupsi dan penyalahgunaan hak milik negara, sehingga muncul istilah OKB (orang kaya baru), terjadinya kesenjangan sosial, rentang antara yang kaya dan miskin begitu jauh.

Dalam bidang kemanusiaan: terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, pembunuhan masal, menghapus hak-hak yang harus dilakukan orang sebagai warga negara. Orang hanya menuntut kewajiban sementara haknya diabaikan. Dan yang paling menyedihkan kita dewasa ini adalah penyalahgunaan narkotika dan obat–obat terlarang yang mengorbankan ribuan jiwa setiap harinya. Di samping itu kenyataan yang kita lihat dewasa ini adalah munculnya berbagai kejahatan dalam masyarakat: perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, penculikan serta pertempuran berkecamuk di berbagai medan perang, peledakan bom terjadi dan mengancam orang di berbagai tempat, para pengungsi yang menderita tak terhitung jumlahnya mencari perlindungan untuk mempertahankan hidup.

Walaupun ada kebanggaan karena kemajuan IPTEK, tetapi justru dengan melihat kenyataan yang kita alami atau rasakan dalam hidup kita, membuat kita merasa was- was, bahkan merasa takut dan cemas. Di satu sisi IPTEK mempermudah kehidupan manusia tetapi di sisi lain justru membawa perbudakan. Orang tidak menemukan kebebasan yang sebenarnya. Kemajuan teknologi menyeret manusia kepada suatu kehidupan yang jauh dari Allah. Dengan kemajuan itu, seolah-olah “mempermudah” kehidupan manusia dengan demikian manusia tidak perlu berjuang atau berusaha. Kemajuan teknologi menyeret banyak manusia kepada hal-hal dosa.

Sebagai contohnya adalah TV yang menayangkan berbagai iklan yang membangkitkan selera para pemirsa, menayangkan film-film porno. Kalau zaman dahulu orang dapat terhindar dari berbagai pertunjukan seperti pertunjukan teater karena mereka dapat tinggal dalam rumah mereka, tetapi dewasa ini hal itu tidak terhindar lagi. Untuk menikmati hiburan, orang tidak lagi pergi ke teater tetapi cukup menekan tombol dalam rumah bahkan orang dapat menikmati hiburan dalam kamar tidurnya masing-masing. Dengan demikian kita melihat televisi bukan lagi dipandang sebagai sarana yang dapat membantu wawasan berpikir dan perluasan pengetahuan seseorang, tetapi merupakan sesuatu yang membawa kepada maut. Tiap hari kita mendengar berita pembunuhan yang membuat kita merasa takut dan khawatir.

Manusia dewasa ini telah kehilangan kedamaian, kegembiraan dan sukacita, karena di sana-sini terjadi begitu banyak kejahatan. Manusia dewasa ini hidup dalam kecemasan, kesepian dan penderitaan yang berkepanjangan. Walaupun dalam segala hal kebutuhan mereka secara jasmani terpenuhi, namun hati mereka tidak ada kedamaian, hati mereka kosong dan hampa. Mereka telah kehilangan arti hidup yang sesungguhnya. Yang paling para dewasa ini terjadi dengan adanya suatu budaya “kebebasan” yang tidak saja terjadi dalam dunia anak muda tetapi juga pada dunia anak-anak dan orang tua, dengan adanya seks bebas.

Dunia hiburan telah memakan korban ribuan bahkan jutaan orang setiap harinya dengan adanya CD, VCD, Laserdisk, gambar- gambar porno, dll. Dewasa ini muncul juga apa yang kita namakan “Culture of Death” atau budaya kematian. Ribuan jiwa kehilangan kehidupan dengan adanya abortus, membunuh bayi-bayi yang tak bersalah yang mempunyai hak untuk hidup, bahkan di negara-negara yang tergolong ”maju”, hal itu dilegalisir oleh pemerintah, seperti negara Belanda yang dahulunya adalah negara Kristen telah diresmikan undang-undang Eutanasia yaitu pembunuhan dengan menggunakan racun atau suntikan terhadap seseorang yang lanjut usia, juga pembunuhan terhadap anak-anak cacat yang merepotkan orang tua atau keluarganya semuanya itu dibunuh tanpa salah.

Bukan hanya itu bahkan orang–orang yang mengaku diri Kristen terlebih Katolik justru terjadi hal-hal yang berlawanan dengan imannya. Tingkat perceraian dewasa ini sangat tinggi, banyak keluarga yang berantakan (Broken home). Orang memandang sakramen pernikahan hanya sebagai suatu formalitas yang harus dirayakan dengan meriah. Hanya sedikit keluarga yang harmonis, sakramen perkawinan telah dinodai oleh kerakusan dan hawa nafsu manusia. Banyak orang jatuh dalam ketidaksetiaan dengan pasangan hidupnya, terjadi begitu banyak penyelewengan dan perselingkuhan. Semuanya itu adalah awal dari segala bencana dalam suatu keluarga. Lalu dengan enaknya ada yang mengatakan bahwa singkatan dari :” selingkuh” adalah: selingan indah keluarga utuh.

III. Penyebab

Kalau kita melihat hal yang terjadi di dunia kita dewasa ini,maka timbul suatu pertanyaan dalam hati kita, Apakah penyebab semuanya itu? Apakah Allah merancang hal- hal yang demikian untuk dunia ini? Apakah Allah ingin supaya manusia yang dicintainya hidup dalam penderitaan? TIDAK Allah tidak menginginkan hal- hal yang demikian. Atau mungkinkah hal itu dirancang oleh manusia? Sesungguhnya dibalik itu ada kuasa- kuasa yang lebih berkuasa dari kekuatan manusia.

Kuasa dosa

St. Paulus mengatakan bahwa dosa telah menyusup ke mana-mana. Yang menjadi penyebab dari segala kekhawatiran, ketakutan dan kecemasan manusia dewasa ini adalah dosa. Kuasa dosa telah mempengaruhi dunia kita dewasa ini dan telah menyusup ke berbagai bidang kehidupan. Dosa mendatangkan kematian bagi manusia. Sebab upah dosa adalah maut (Rm 6:23). Kalau kehidupan surgawi dapat kita alami semenjak kita berada di dunia ini, demikian juga neraka dapat kita alami di dunia ini. Keadaan manusia yang berdosa adalah suatu keadaan neraka.

Dosa memisahkan kita dari Allah. Demikian juga gambaran neraka tidak lain adalah keterpisahan manusia dari Allah atau manusia kehilangan Allah. Manusia disiksa oleh kekejaman neraka semenjak hidupnya di dunia ini. Dosa dewasa ini terjadi dalam berbagai bentuk dan ragam serta telah menguasai kehidupan manusia. Kejatuhan manusia pertama membawa dampak bagi kita dewasa ini bahkan lebih dahsyat lagi kuasanya. Manusia zaman ini telah kehilangan arti dosa sehingga walaupun ia hidup dalam dosa, justru ia menikmati dosa tersebut, ia tidak lagi memikirkan akibat dosa, bahkan ia membela diri dengan mengatakan pertobatan adalah suatu tindakan bodoh, mengandalkan Tuhan dalam kesembuhan adalah ketinggalan zaman. Menilai tindakan kasih dan pengampunan sebagai suatu tanda kelemahan.

Orang menganggap dosa sebagai suatu kelemahan psikologis. Itu sudah menjadi pendapat umum dalam masyarakat. Sehingga dosa sudah menjadi sesuatu yang struktural, karena sudah berakar dalam masyarakat. Dosa adalah sesuatu yang menyangkal keberadaan Allah secara terang. Menyangkal kasih Allah. Dosa sudah mempengaruhi tindakan manusia sehingga St.Yohanes mengatakan: barang siapa mengatakan bahwa ia tidak berdosa, ia menipu dirinya sendiri.

Kuasa kegelapan

Suatu kuasa yang berusaha untuk melawan rencana Allah yaitu penyelamatan bagi seluruh ciptaan-Nya . Suatu kuasa yang memberontak terhadap Allah . Seperti yang dikatakan St. Paulus dalam Ef.6:12, “ karena perjuangan kita adalah bukan melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”

Iblis

Di balik kejahatan dewasa ini sesungguhnya berdirilah iblis. Iblislah yang menjadi aktor dari segala kejahatan dewasa ini. Keinginan iblis yang paling utama adalah melawan Allah dan berusaha membawa manusia kepada dosa. Iblis adalah suatu makhluk rohani atau malaikat yang telah jatuh. Ia dibuang , karena ia memberontak terhadap Allah. Hakikat iblis pertama-tama adalah kejahatan (Keb 2:23-24). Allah menciptakan manusia untuk kebakaan tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dalam dunia. Setan selalu ingin membawa malapetaka dan ingin menghancurkan manusia. Satu-satunya keinginan setan adalah melawan dan memberontak terhadap Allah.

Setan atau iblis adalah pendusta dan ia adalah bapak segala dusta dan di dalam dia tidak ada kebenaran (Yoh. 8:44). Musuh utama setan ialah Allah tetapi hal itu ditunjukkannya kepada manusia. St. Petrus mengatakan : “sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu si iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (I Pet. 5:8 ), hidup kita di dunia ini merupakan suatu perjuangan (Ef.6:12). Setan menyusup dan menggoda manusia tidak secara terang-terangan, tetapi dibungkus sedemikian rupa, sehingga nampak “baik” dalam pandangan manusia. Contoh dalam Kej.3, contoh kehidupan sehari- hari. Setan tidak secara langsung menggoda kepada hal- hal yang jahat di mata manusia, tetapi ia menggoda manusia dalam hal- hal yang baik. Tetapi ini adalah tipuan atau trik yang dilakukannya untuk menjatuhkan mangsanya.

IV. Jalan keluar yang ditempuh atau mengatasinya

Karena kuasa-kuasa tersebut (dosa, kuasa kegelapan, iblis), mempengaruhi kehidupan manusia dan sudah menyusup ke dalam sisi kehidupan, maka manusia ingin bebas dari semuanya itu dengan mencari pemecahan. Manusia membutuhkan suatu sarana untuk mengatasinya. Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa kuasa-kuasa tersebut jauh lebih kuat dibandingkan dengan kemampuan atau kuasa yang dimiliki manusia.

Karena itu kita membutuhkan suatu kekuatan untuk mengalahkannya, suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tersebut. Dan kekuatan yang dapat mengalahkannya adalah kekuatan Allah saja. Namun suatu kenyataan yang tidak kita sangkal, kita jumpai dalam masyarakat yang sebenarnya sangat disayangkan. Inilah kenyataan yang terjadi bahwa banyak orang mengandalkan dirinya sendiri, berusaha mati-matian untuk keluar dari setiap masalah yang dihadapinya.

Banyak orang yang menawarkan rencana- rencana, untuk mengubah keadaan. Ingin menuju kepada arah yang lebih baik dari yang sekarang. Mungkin menata kembali kehidupan masyarakat dengan berbagai program yang direncanakan, menata kembali kehidupan politik atau ekonomi, pendidikan formal yang lebih baik, teknisi yang lebih maju, propaganda- propaganda anti kekerasan, seminar- seminar dilaksanakan di berbagai tempat dan kalangan masyarakat intelek, dialog para tokoh masyarakat, dll. Semuanya itu ditawarkan sebagai suatu jalan keluar untuk mengatasinya.

Banyak usaha yang dilakukan negara-negara maju maupun negara- negara berkembang untuk mengatasi gejolak dewasa ini. Banyak pemimpin yang bersatu menuangkan pikiran dan isi hati mereka di meja perundingan. Namun kita lihat bahwa semuanya itu adalah rancangan, usaha dan rencana manusiawi belaka. Manusia ingin memecahkan masalah dengan pikirannya sendiri, dengan kemampuannya sendiri, dengan akalnya sendiri. Semuanya itu adalah usaha manusiawi belaka.yang tidak membawa kepada suatu arah yang lebih baik, yang tidak membawa kepada perdamaian yang diinginkan dan diimpikan bersama.

Semuanya itu adalah pertimbangan dan kebijaksanaan akal budi manusia. Bahkan lebih menyedihkan lagi, kita banyak menjumpai kenyataan, bahwa untuk mengatasi masalah yang ada, orang cenderung kepada hal-hal yang berlawanan dengan iman, di samping mengandalkan diri sendiri, orang mencari kekuatan-kekuatan lain untuk mengatasinya seperti paranormal, dukun dan ilmu-ilmu gaib lainnya. Bahkan ada juga yang memegang prinsip “SI VIS PACEM PARA BELLUM” untuk mencapai suatu perdamaian ( jika ingin berdamai, berperanglah). Semuanya ini adalah sia-sia dan bersumber pada kemampuan manusia tetapi Tuhan berkata (Yes. 55:8-9)

V. Yesus Kristus Sang Penyelamat

Terhadap kuasa-kuasa tersebut, tidaklah dapat dikalahkan dengan kekuatan-kekuatan manusia. Lalu siapakah yang dapat mengalahkan semuanya itu? Sebagai jawaban atas kebutuhan- kebutuhan tersebut, adalah Allah sendiri. Manusia tidak cukup mengandalkan dirinya sendiri dan semua usaha yang dilakukannya. Memang semua usaha itu baik, tetapi harus dipadukan dengan kekuatan Allah. Manusia harus membutuhkan iman dan sudah saatnya kita bersandar pada kekuatan iman. Untuk tujuan keselamatan inilah yaitu keselamatan dari dosa, kuasa kegelapan dan iblis, Allah mengutus Putera-Nya Yesus Kristus.

Yesus yang kodratnya Allah rela mengenakan kedagingan manusia demi keselamatan seluruh umat supaya kuasa–kuasa tersebut tidak lagi berkuasa atas manusia. Wafat dan kebangkitan Yesus telah mengalahkan kuasa-kuasa dunia kegelapan. Inilah tanda cinta Allah yang paling besar kepada manusia dan merupakan puncak dari belas kasihan Allah terhadap manusia. Yang menjadi dasar dari kematian Yesus adalah menyelamatkan manusia dari ketiga kuasa tersebut. Yesus rela menjadi pendosa berat dan mengalami neraka di atas salib demi kita, anda dan saya.

Wafat dan kebangkitan Kristus adalah dasar dari iman kita dan merupakan sesuatu yang sangat sentral dan hakiki dari iman Kristen. Kita manusia ditebus dengan harta yang kita miliki, bukan dengan emas atau perak, bukan dengan kedudukan atau kekuasaan yang kita miliki, tetapi kita ditebus dengan darah Kristus. Kita ditebus dengan harga yang amat mahal. Kita tidak mungkin membebaskan diri dari kekuasaan-kekuasaan yang membawa kita kepada dosa dengan segala yang ada pada kita. Kristus telah menjadi korban untuk keselamatan kita seperti yang dikatakan St. Paulus dalam Kol. 1:13.

Cinta Allah dan kebebasan manusia dari dosa, kuasa kegelapan dan iblis, menuntut suatu pengurbanan yaitu yesus sendiri. Perutusan Yesus dan pengurbanan-Nya di atas kayu salib, membawa suatu kehidupan kepada kita yang sebenarnya mati karena dosa- dosa manusia. Karya keselamatan yang dikerjakan Yesus, mengubah kehidupan manusia. Pekikan pertempuran di berbagai medan perang diubah menjadi suatu nyanyian kedamaian, kesedihan telah diubah menjadi kegembiraan, ketakutan telah diubah menjadi sukacita, kekhawatiran telah diubah menjadi kedamaian hati. Pengurbanan Kristus memberikan kebebasan kepada kita dari segala perhambaan dosa, iblis dan kuasa kegelapan.

St. Paulus mengatakan dalam Rm 6:10-11. Kematian Kristus bagi kita adalah suatu karunia penyelamatan Allah. Banyak orang dewasa ini tidak mengerti tentang agama Kristen terutama dengan kematian Kristus. Banyak yang mengatakan bahwa kematian Kristus adalah suatu tanda kelemahan atau kekalahan suatu tanda ketidakberdayaan Yesus terhadap segala kuasa tersebut. Tetapi bagi kita kematiannya adalah suatu kehidupan. Kematian-Nya merupakan suatu kematian manusia lama kita. Kematian adalah suatu yang menyedihkan tetapi kita percaya hidup tidak berakhir pada kematian karena masih ada kebangkitan. Demikian juga kita, kita harus mati lebih dahulu dengan jalan pertobatan agar kita mampu meraih kemenangan bersama Kristus dalam kebangkitan kita, suatu kebangkitan manusia baru sebagai tanda keselamatan itu.

Penutup

Sadar akan semua yang dikerjakan Kristus bagi kita, yaitu keselamatan kita dari dosa, iblis dan kuasa kegelapan, maka Ia adalah satu-satunya harapan dan merupakan tumpuan kita. Kita diberikan iman untuk percaya kepada kuasa-Nya. Karena itu, St. Petrus menasihatkan kita, (I Pet.5:8) hal yang sama dikatakan St Paulus kepada kita dalam Ef. 6:13- 18. Kristus adalah pemenang kita. Tidak ada kuasa lain yang dapat mengalahkannya dan tidak ada kuasa manusia yang dapat mengalahkan kuasa dunia ini selain kuasa Yesus sendiri.

Kesimpulan


Yesus adalah Tuhan dan penyelamat kita:

Ia datang membebaskan kita dari kuasa dosa, dari cengkeraman iblis dan kuasa- kuasa kegelapan.
Ia telah wafat dan bangkit kembali untuk membawa kita kepada kehidupan baru (Rm.4:25).
Ia telah mematahkan kuasa iblis dan kuasa- kuasa kegelapan (bdk. Yoh 12:31. I Yoh 4:4).
Penyelamatan mempunyai arti lebih daripada hanya pergi ke surga. Pada hakekatnya penyelamatan adalah suatu hidup yang baru sama sekali yang dialami sejak hidup di dunia ini, sekarang ini juga (Yoh.10:10, 4:4).
Allah memberikan kuasa yang penuh kepada kita untuk membawakan kebebasan dan hidup baru bagi mereka yang mau percaya(Mat.28:28, Fil2:5-11).


Tuhan Allahku ambillah dari diriku segala sesuatu yang menghalang- halangi aku untuk datang kepadaMu,
Tuhan dan Allahku beri aku segala sesuatu yang mendekatkan aku kepadaMu,
Tuhan dan Allahku ambillah aku dari diriku dan jadikanlah aku sepenuhnya milik-Mu
(Nicolaus dari Flue)


Semoga tidak ada hal- hal yang membingungkan engkau
Semoga tidak ada hal- hal yang menakutkan engkau
Segala sesuatu akan berlalu
Kesabaran memperoleh segala sesuatu
Siapa yang memiliki Allah tidak kekurangan sesuatu pun
Allah sendiri mencukupinya
(St. Teresa dari Avila)


Kepada mereka yang merasa terganggu oleh apa yang mereka alami dan memberontak terhadapnya”: Segala sesuatu timbul dari Cinta, segala sesuatu diarahkan kepada keselamatan manusia. Allah tidak membuat apa pun di luar tujuan ini
(St. Katarina Siena)

Tidak ada sesuatu yang dapat terjadi, yang tidak dikehendaki Allah. Tetapi apa pun yang Ia kehendaki, betapa pun juga pahitnya hal itu, merupakan yang terbaik untuk kita
(Surat St. Thomas Morus menghibur putrinya sebelum mati sahidnya)

Dengan rahmat Allah aku sadar bahwa, aku harus berpegang teguh pada iman dan paling sedikit dengan sama teguhnya harus melihat bahwa segala sesuatu, bagaimana pun keadaannya,akan menjadi baik…..dan engkau akan melihat bahwa, segala sesuatu akan menjadi baik
(Yuliana dari Norwikh)

Apa alasannya, maka Engkau meninggikan manusia ke martabat yang begitu mulia? Cinta yang tidak ternilai yang dengannya Engkau memandang makhluk-Mu dalam diri-Mu sendiri dan jatuh cinta kepadanya; sebab Engkau menciptakannya karena cinta. Engkau memberi kepadanya suatu kodrat, yang dapat merasakan kegembiraan yang dari pada-Mu, harta abadi
(St. Katarina Siena)

Monday, May 25, 2009

NAKED WITHOUT SHAME: Telanjang Tanpa Malu (Sebuah pembahasan dari Theology of the Body Yohanes Paulus II)


Hanya ketelanjangan yang membuat wanita menjadi objek bagi laki-laki yang menjadi sumber dari rasa malu. Nyatanya bahwa mereka tidak merasa malu artinya bahwa wanita tidak menjadi objek bagi laki-laki dan laki-laki juga tidak menjadi objek bagi perempuan. “ Yohanes Paulus II, 20-2-1980



I. PENGANTAR

Dalam dunia kita saat ini ketelanjangan tubuh menjadi sebuah barang dagangan yang laris. Lihat saja berbagai jenis iklan yang selalu menggunakan tubuh perempuan untuk menarik konsumen atau seberapa besar keuntungan dari berbagai situs porno, atau film-film porno. Ini memperlihatkan dengan jelas adanya kebingungan manusia zaman ini soal tubuh. Maka Yohanes Paulus II mengajak kita memusatkan perhatian pada pengalaman manusia akan ketelanjangan mereka pada awal mulanya.

Kita membaca dari kejadian 2:25 “ mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.” Ada dua hal penting yang diungkapkan di sini yaitu “mereka telanjang” dan “tidak malu.” Pertanyaannya mengapa dalam situasi semacam ini, ketelanjangan sama sekali tidak menimbulkan rasa malu sedikit pun? Bila kita kembali ke tahap-tahap awal proses penciptaan manusia, segera akan kita temukan jawabnya.

Pada awalnya, Allah menciptakan manusia Adam dan Eva dalam keadaan murni dan suci, menempatkan mereka untuk hidup dalam suatu dunia yang sempurna. Mereka tidak mempunyai problem seperti kita saat ini, dan relasi mereka satu sama lain diisi dengan cinta yang murni, pemberian diri yang murni, dan nafsu yang murni. Allah memberkati mereka dengan memberi mereka keturunan dan membuat kekuasaan yang besar untuk memperhatikan semua ciptaanNya. Mereka menikah dan bersatu dan mereka telanjang tapi tidak malu. Mereka tidak merasa malu karena mereka memiliki cinta yang sempurna. Mereka tidak menutup diri satu sama lain, karena mereka tidak takut dijadikan objek untuk digunakan atau dimaafaatkan. Mereka melihat ketelanjangan mereka sebagai panggilan untuk saling memberi.



II. ORIGINAL NAKEDNESS (Ketelanjangan Asali)

a. Original nakedness mau mengatakan apa?

Original nakedness atau ketelanjangan asali merupakan suatu pengalaman mendasar dari manusia. Paus Yohanes paulus II menunjukan kepada kita bahwa ketelanjangan asali merupakan kunci utama untuk mamahami secara penuh dan komplit rencana awal Allah bagi kehidupan manusia. Dengan perkataan lain, jika kita tidak mengerti arti dari manusia pertama telanjang tetapi tanpa malu, kita tidak memahami apa maksud kitab suci untuk makna kemanusiaan kita. Paus juga mengatakan bahwa telanjang tanpa malu merupakan gambaran dari pernyataan kesadaran mereka, yang nyata dalam pemberian diri mereka satu sama lain.

Original nakedness atau ketelanjangan asali tanpa malu tidak bisa dibandingkan dengan paengalaman seorang anak muda yang baru mengalami perkembangan sense of shame atau rasa malu. Dengan kata lain ketelanjangan tanpa malu ini tidak berada di bawah sebuah perkembangan psikologis. Original nakedness atau ketelanjangan asali tanpa malu paling tidak dibandingkan dengan shamelessness (tidak mempunyai rasa malu). Shamelessness nakedness adalah immodest (ketidaksopanan). Hal ini yang disebut juga dalam Yer 3:2-3. Ketelanjangan menjadi suatu yang memalukan manakala ketelanjangan itu memanipulasi martabat seseorang. Pengalaman asali dari ketelanjangan sungguh suatu yang tidak memalukan karena ketelanjangan itu tidak memanipulasi martabat dari pasangannya. Mereka melihat tubuh sebagai ungkapan atau revelasi dari seorang pribadi dan martabatnya. Sumber dari malu akan ketelanjangan adalah ketika tubuh wanita menjadi objek dari keinginan laki-laki, begitupun sebaliknya.

Manakala ketelanjangan saat ini menjadi suatu yang membingungkan dan mendatangkan beragam pergulatan dalam hidup manusia, Paus sejalan dengan pemikiran Yesus mengajak kita untuk melihat apa rencana asali Allah bagi kehidupan kita. Kalau pada dewasa ini, ketelanjangan menjadi suatu yang membingungkan di mana ketelanjangan berada dalam satu persimpangan antara suatu yang memalukan dan suatu sumber dari eksploitasi seks yang mendatangkan banyak keuntungan, tetapi kalau kita lihat pada awalnya yaitu dalam diri pasangan manusia pertama, ketelanjangan tidak menjadi suatu yang memalukan dan membingungkan karena mereka tidak memandang pasangannya sebagai objek dari egoismenya. Artinya bahwa wanita tidak menjadi objek bagi laki-laki dan begitu juga sebaliknya.

Masing-masing manusia pertama itu adalah subjek dan memperlakukan yang lain juga sebagai subjek. Satu-satunya reaksi yang muncul ketika satu subjek berjumpa dengan subjek lainnya adalah rasa kagum penuh hormat. Dalam diri subjek yang lain itu dikenali diri sendiri dengan seluruh kepenuhan martabatnya. (Orang lain adalah aku yang lain). Ketika kita memandang orang lain sebagai subjek atau dengan kata lain sebagai aku yang lain, kita akan segera memahami bahwa orang lain itu adalah aku sendiri, sehingga dengan segera juga aku harus hormati, aku harus hargai, aku cintai, dsb, seperti aku menghormati, mencintai diriku sendiri.

Kita lihat dalam diri manusia pertama, bahwa rasa kagum penuh hormat dan pengenalan diri sendiri dalam diri subyek yang lain sudah mengandung atau sudah mengarah pada sebuah hasrat ke arah kesatuan antara keduanya. Proses ini memiliki cara memandang yang melimpah dengan sebuah kejujuran, sebuah kekaguman penuh hormat, sebuah keinginan untuk memberikan diri secara penuh pada subjek yang lain. Yang dirasakan oleh sebuah subjek ketika berhadapan dengan subjek lain adalah sebuah rasa aman.



b. Bagaimana kita bisa memahami ketelanjangan asali ketika kita tidak mengalami secara langsung pengalaman itu? Atau bagaimana kita merekonstruksi pemahaman mengenai ketelanjangan asali itu?

Pengalaman ketelanjangan tanpa malu adalah pengalaman subjektif manusia. Oleh karena itu, kita tidak bisa memahami secara menyeluruh ketelanjangan asali, tanpa masuk secara mendalam dalam diri manusia. Kej 2:25 memperkenalkan secara khusus kepada kita pada tingkat ini dan menghendaki kita untuk mencari pengetahuan akan original innocence. Kita diajak oleh Paus untuk kembali kepada situasi awali kita, yaitu pada mulanya kita berada dalam original innocence (ketidakbersalahan asali). Pengalaman rasa malu kita akan ketelanjangan mempunyai hubungan yang terbalik dengan original nakedness atau ketelanjangan asali. Kita kehilangan kesadaran akan arti dari tubuh yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan kekudusan asali.

Lalu apa itu rasa malu dan bagaimana kita bisa menjelaskan realitas ini dalam hubungannya dengan original innocence dalam kedalaman misteri ciptaan manusia sebagai laki-laki dan perempuan? Pertama kita harus mengetahui bahwa malu merupakan sebuah realitas inter-personal. Meskipun malu itu mempunyai arti bagi setiap orang (imanen shame), tetapi malu pada umumnya suatu pengalaman dalam relasi kepada dan dengan orang lain. Seseorang tidak mempunyai alasan untuk malu kepada ketelanjangan kalau dia berada sendiri. Seorang wanita tidak perlu merasa malu kalau dia telanjang di dalam kamar mandi, dia tidak perlu menutupi tubuhnya karena dia berada sendirian di sana. Lain hal kalau tiba-tiba seorang pria masuk secara tiba-tiba ke kamar mandi, pasti wanita itu berusaha untuk menutup tubuhnya. Mengapa harus demikian?

Paus Yohanes Paulus II memaksudkan “malu: dalam hal ini adalah suatu bentuk “self defense (mempertahankan diri) dari setiap ancaman orang lain yang mau menjadikan tubuh itu sebagai objek dari hasrat seksual. Dalam hal ini seorang wanita tidak mau dirinya menjadi “suatu barang” perangsang bagi keinginan atau hasrat lelaki. Sebab dari pengalaman kita tahu bahwa seringnya kaum pria menjadikan tubuh perempuan sebagai objek. Anda bisa melihat apa yang terjadi dalam iklan-iklan, atau fenomena hiburan malam seperti klub tari telanjang; di sana benar-benar tubuh dalam hal ini tubuh perempuan dijadikan “barang” pemuas nafsu lelaki.

Atau kita bisa lihat apa yang terjadi di balik undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi: di sana benar-benar kita menyaksikan sebuah paradigma atau cara pandang yang telah sedemikian rupa mendiskretkan tubuh (tubuh perempuan) menjadi “barang” rangsangan. Karena tubuh perempuan bisa membangkitkan hasrat laki-laki, maka harus semua ditutupi. Kita bisa menangkap maksud dari undang-undang ini bahwa secara implisit UU ini telah menempatkan tubuh perempuan sebagai objek dari hasrat seksual, oleh karena itu, tubuh itu ditutupi.

Tubuh itu harus ditutupi bukan karena tubuh itu “jelek” atau “sungguh-sungguh memalukan”. Seorang perempuan menutupi tubuhnya untuk melindungi martabatnya dari serangan hawa nafsu (seksual) yang bisa menjatuhkan martabatnya sebagai seorang pribadi yang dicintai Tuhan. Kita malu dan menutupi ketelanjangan kita bukan karena tubuh kita jelek, tetapi kita begitu memahami bahwa tubuh itu indah, baik dan luhur, sehingga harus sungguh-sungguh kita lindungi dari segala kemungkinan untuk dirampas, dipakai atau dimaanfaatkan. Dengan demikian hidup kita bersama orang selalu diwarnai oleh ketakutan, jangan-jangan dia mau merampas atau memaanfaatkan tubuhku. Pengalaman rasa malu atau ketakutan ini, berbeda atau sangat terbalik dengan pengalaman Adam dan Eva pada awalnya di mana mereka telanjang tetapi tidak merasa malu.



c. Tubuh suatu pemberian

Pengalaman rasa malu kita akan ketelanjangan berbeda dengan pengalaman manusia pertama. Mereka tidak malu akan ketelanjangan mereka. Kita harus menyadari bahwa lust (hawa nafsu seksual) sebenarnya tidak ada dalam hati manusia pada awalnya. Oleh karena itu, manusia pertama tidak memiliki usaha mempertahankan diri terhadap satu dengan yang lainnya, mereka tidak melihat yang lainnya sebagai ancaman dan sangat menghormati martabat pasangannya. Paus mengatakan dengan indah hal ini “mereka melihat dan mengenal diri mereka masing-masing…dengan pandangan yang mendalam” pandangan yang mendalam di sini tidak hanya melihat tubuh, tetapi sebuah tubuh di sini merupakan ungkapan pribadi dan misteri spiritual. Mereka melihat rencana cinta Tuhan dalam tubuh telanjang mereka masing-masing.

Hal inilah yang membuat mengapa ketelanjangan tanpa malu adalah kunci untuk memahami rencana Tuhan untuk hidup kita. Harus disadari bahwa Allah menciptakan hasrat seksual pada awalnya untuk mengungkapkan kuasa cinta seperti Dia mencintai dengan bebas, tulus dan dengan pemberian diri. Allah menciptakan Adam dan Eva dalam keadaan murni, semuanya murni, termasuk hati mereka. Adam mengekspresikan hasrat seksualnya dengan cara yang sungguh-sungguh murni. Sehingga ketika pertama kali Adam melihat Eva, dia tidak mengalami kebingungan antara cinta dan hawa nafsu. Ketika dia melihat tubuh isterinya, dia tidak mempunyai keinginan untuk memaanfaatkannya. Cintalah yang memanggil mereka. Maka ketika mereka dipenuhi oleh cinta Tuhan, mereka secara bebas memberikan diri mereka pada yang lainnya. Hanya seorang yang bebas dari tekanan hawa nafsu seksuallah yang mampu memberikan diri kepada orang lain.

Dalam pengalaman manusia pertama, kita lihat bahwa hasrat seksual itu murni untuk saling memberikan diri kepada satu sama lain. Jadi ketelanjangan asali dalam diri Adam dan Eva, dipenuhi kedamaian karena tidak adanya perjuangan untuk mencintai, dan yang ada hanya ketulusan cinta dari pada hawa nafsu seksual belaka. Ketelanjangan dalam hal ini telah memperlihatkan kepada kita arti tubuh sebagai sebuah pemberian. Ada kekuatan yang dahsyat memancar dari dua tubuh yang telanjang itu, sehingga tidak ada ruang bagi keinginan sekecil apapun untuk merampas pemberian itu. Ketelanjangan mengungkapkan keadaan tubuh yang sungguh sadar akan kekuatan dahsyat dalam bentuk kebebasan untuk mencintai. Ketelanjangan adalah ungkapan keilahian yang memungkinkan manusia memahami tubuh dalam arti yang paling suci, paling murni. Karenanya ketelanjangan adalah sebuah kekudusan.



d. Mengapa kita merasa malu kalau kita telanjang saat ini?

Dosa telah membuat manusia sadar akan ketelanjangannya. “maka terbukalah mata mereka dan mereka tahu mereka telanjang” Dosa telah mebuat manusia malu akan ketelanjangannya, sebab tubuh mereka kehilangan keluhurannya dan kehilangan kemampuannya untuk memberikan diri, kehilangan kemampuan untuk menciptakan communion personarum. Dan rasa malu akan tubuh yang telanjang tidak hanya disebabkan melulu oleh tubuh itu sendiri, tetapi sebenarnya rasa malu itu merupakan ungkapan dari kekacauan yang ada kehendak hatinya yang sudah dikuasai nafsu. Dengan segera ketelanjangan itu menjadi suatu yang membingungkan antara cinta dan hawa nafsu. Orang menutupi ketelanjanganya karena takut kalau dirinya tidak lagi diperlakukan sebagai subjek, tetapi sebagai objek.



III. ARTI NUPSIAL TUBUH

Dalam ketelanjangan mereka, manusia pertama menemukan apa yang dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II arti nupsial tubuh, di mana ketelanjangan Adam dan Eva dinyatakan dalam panggilan mereka untuk saling memberikan diri satu sama lain. Istilah nupsial di sini secara spesifik menunjuk kepada sebuah perayaan pernikahan. Dalam arti inilah tubuh kita secara mendasar memiliki arti yang terus terarah pada pemberian diri yang bebas dan penuh. Arti nupsial tubuh dengan demikian mau mengungkapkan bahwa tubuh itu mempunyai kapasitas untuk mencintai di mana setiap orang saling memberikan dirinya secara total. Ini juga merupakan ciri dari cinta Yesus kepada kita. Ketika kita memberikan diri secara total dengan tubuh kita, ketika itulah kita masing-masing, mengungkapkan siapa diri kita yang sebenarnya. Dan ketika orang lain mengalami cinta kita, mereka pun diakui kembali dalam identitas mereka yang paling dasar sebagai ciptaan yang serupa dengan Allah. Pemberian diri ini tidak hanya dalam tataran tubuh, tetapi pribadi mereka juga. Pengalaman persatuan ini merupakan persatuan yang sempurna yang oleh Paus Yohanes Paulus II dikatakan sebagai original unity (persatuan awali).

Sunday, May 24, 2009

'ANGEL and DEMONS'



Hanks, Dan Brown and Ron Howard were in Rome to promote the film
Director Ron Howard has accused the Vatican of trying to hamper the filming of his new movie, Angels & Demons, starring Tom Hanks.

The movie sequel to author Dan Brown's The Da Vinci Code features symbolist Robert Langdon helping to rescue four kidnapped cardinals.

But Howard said the Vatican exerted its influence "through back channels" to prevent filming near certain churches.

A Vatican spokesman said the director's claims were purely a publicity stunt.

Howard told a news conference: "When you come to film in Rome, the official statement to you is that the Vatican has no influence.


Ron Howard on the Vatican's influence on the filming of Angels and Demons
"Everything progressed very smoothly, but unofficially a couple of days before we were to start filming in several of our locations, it was explained to us that through back channels and so forth that the Vatican had exerted some influence."

Last summer, Rome's diocese confirmed it had barred producers from filming inside two churches because the movie did not conform to the church's views.



Ewan McGregor also stars in Angels & Demons
The director also claimed the Vatican got an event related to the film's premiere in Rome cancelled.

"There was supposed to be a reception or screening here in Rome that had been approved and I suppose that the Vatican had some influence over that," he said.

Speaking to the Associated Press the Vatican spokesman, the Reverend Federico Lombardi, refused to comment on Howard's allegations about church interference, saying his charges were purely designed to drum up publicity for the film.

Science vs religion

Catholic critics were unhappy with The Da Vinci Code which suggests that Jesus married Mary Magdalene and had children, creating a royal bloodline that Church officials kept secret for centuries.

But Howard challenged them to see the new movie before condemning it.

"My only frustration as a film-maker is that we actually reached out a couple of times, to sort of offer opportunities for bishops and others just to see the film. And those opportunities have all been declined," he said.

"So far all the criticism, all of the complaints about the film have been coming from people who haven't seen it."

Over the weekend, a 102-year-old Italian bishop was quoted in the Italian media calling the film "highly denigrating, defamatory and offensive to Church values".

However, the storyline of Angels & Demons does not raise questions about Jesus Christ - it is billed as a "science vs religion" thriller that deals with an attempt to hijack a papal election.

Howard's adaptation of The Da Vinci Code, which was panned by critics, earned more than $750m (£505m) at the box office worldwide.

Tuesday, May 19, 2009

Kepemimpinan global seorang Imam



Kuasa kepemimpinan

Menurut norma ketentuan hukum Gereja, mereka yang mampu mengemban kuasa kepemimpinan adalah mereka yang dipilih dan ditetapkan oleh Allah di dalam Gereja, dan menerima tahbisan suci (bdk. kan 129, §1; kan 1008). Mereka itu adalah para Imam yang setelah tahbisan suci secara otomatis dan ontologis menerima ikatan suci dengan Kristus Tuhan sang imam agung memiliki kuasa yurisdiksi. Kuasa kepemimpinan seorang imam tertahbis bekerjasama dengan seorang awam beriman yang memiliki kepemimpinan berkat sakramen baptis, membangun Gereja Yesus Kristus di dunia. Kepemimpinan imam itu terkait erat dengan jati dirinya sebagai imam tertahbis. Jati diri seorang imam adalah imamat ministerial: mengabdi Gereja dan Masyarakat (bdk. 1 Petrus 2: 5,9; PO,2).

Di zaman yang mengglobal ini, tugas imam sebagai pemimpin adalah menghadirkan Kristus bukan saja di dalam Gereja tetapi berada di garis depan Gereja, menghadirkan Kristus di tengah masyarakat. Itulah yang ditegaskan dalam Dekrit Presbyterium Ordinis, no.10 bahwa imamat ministerial bukan hanya terarah pada Gereja Lokal melainkan juga Gereja Universal. Maka kepemimpinan dan pelayanan seorang imam menjadi tanpa batas karena pengaruh zaman yang mengglobal itu. Oleh karena itu, usaha pembinaan para imam hendaknya mengacu pada bagaimana imam-imam zaman ini menjadi pemersatu Gereja dan berperan utama dalam membangun masyarakat yang lebih baik (bonum publicum) serta bagaimana seorang imam menjadi pemimpin di era global ini.

Kepemimpinan global apa itu?

Kepemimpinan global dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang pengaruhnya melintasi batas budaya atau negara (Moble & Dorfman, 2003: orasi pengukuhan Prof Bernadette Setiadi, 2008). Definisi ini tepat bila dikaitkan dengan kenyataan semakin kompleks dan saling terkaitnya masalah-masalah yang dihadapi oleh para pemimpin global sehingga dampak tindakan mereka memang melintasi batas negara atau budaya. Di sisi lain, kepemimpinan global dapat pula diartikan sebagai kepemimpinan universal yaitu kualitas hakiki yang melekat pada pribadi seorang pemimpin agar dia dapat efektif memimpin di manapun ia berada. Kedua pengertian ini tidak bertentangan lebih-lebih bila dilihat bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah mengarahkan orang atau organisasi yang dipimpinnya ke arah perubahan yang diinginkan. Menurut Prof Bernadette Setiadi, salah satu tantangan pokok di bidang kepemimpinan adalah bagaimana mengidentifikasi dan menyeleksi pemimpin yang tepat untuk budaya di mana mereka akan bertugas, bagaimana mengelola organisasi dengan karyawan yang memiliki latar belakang budaya yang beragam serta berbagai isu lain seperti negosiasi, penjualan, merjer dan akuisisi lintas-batas. Lebih lanjut refleksinya adalah bagaimana memimpin dan mengelola Gereja lokal dalam keuskupan bersama para imam dan umat beriman di zaman yang mengglobal ini dengan aneka macam masalah, kalau tidak dibarengi dengan jiwa kepemimpinan global? Maka dibutuhkan seleksi bagi calon imam dan pembinaan imam di keuskupan secara kontinyu. Dibutuhkan assesment untuk mengetahui kompetensi imam saat ini (current competencies) dan kompetensi yang dibutuhkan (required competencies), bagi perkembangan Gereja lokal.

Enam dimensi perilaku seorang pemimpin (Prof Bernadette Setiadi)

Berdasarkan studi pustaka dan dua studi awal, tim peneliti GLOBE mengidentifikasi enam kelompok/dimensi perilaku pemimpin global:

•1. Charismatic/Value-based Leadership yang merefleksikan kemampuan untuk menginspirasi, memotivasi dan mengharapkan hasil kerja yang tinggi dari orang lain dengan mengandalkan nilai dasar yang dipegang kuat.

•2. Team-oriented Leadership yang menekankan pembangunan tim yang efektif dan implementasi dari suatu tujuan bersama diantara anggota tim.

•3. Participative Leadership yang merefleksikan kemampuan manajer melibatkan orang lain dalam membuat dan mengimplementasi keputusan.

•4. Humane-oriented Leadership yang merefleksikan kepemimpinan yang suportif, tenggang-rasa, baik dan murah hati

•5. Autonomous Leadership mengacu pada atribut kepemimpinan yang independen dan individualis.

•6. Self-Protective Leadership yang terfokus pada keamanan dan kenyamanan pribadi dan kelompok dengan menekankan status dan menyelamatkan muka.

Dari keenam dimensi perilaku kepemimpinan ini, ditemukan bahwa Charismatic/Value-based dan Team-Oriented leadership adalah dimensi perilaku kepemimpinan yang secara universal diakui memberikan sumbangan positif terhadap kepemimpinan global yang efektif. Bila dilihat dari subskala yang diajukan, maka hal ini mencakup: integritas (dapat dipercaya, adil, jujur), visioner (memiliki pandangan dan rencana jauh ke depan), inspiratif (mendukung, mendorong, memotivasi, membangun kepercayaan diri) dan team integrator (komunikatif, mengkoordinir, membangun tim). Sedangkan dimensi yang ditemukan paling banyak menghambat kepemimpinan efektif adalah self-protective leadership yang mencakup aspek-aspek seperti self-centered, status conscious, conflict inducer, face saver, dan procedural.

Tiga kualitas yang dibutuhkan seorang pemimpin (Imam)

Menurut Prof Bernadette Setiadi, kualitas kepemimpinan seorang pemimpin (imam) di zaman global adalah integritas yang erat kaitannya dengan sifat jujur dan dapat dipercaya. Kualitas berikutnya adalah inspiratif dalam pengertian mampu menjadi motivator, suportif dan memperhatikan serta memberi kepercayaan dan kesempatan kepada bawahan. Kualitas yang ketiga adalah visioner yang diuraikan sebagai melihat kedepan, memiliki visi dan mampu menerjemahkannya ke dalam strategi. Bila dilihat dari ketiga kualitas ini, integritas menyangkut kualitas yang melekat pada pribadi seorang pemimpin sedangkan inspiratif dan visioner lebih berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin akan membawa orang yang dipimpin mencapai tujuan yang dikehendaki.

Nilai-nilai yang harus melekat pada diri seorang Imam sebagai pemimpin

Satu hal yang tidak terlihat secara kasat mata dalam berbagai hasil penelitian yaitu nilai (values). Secara umum nilai dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk lebih menginginkan suatu keadaan dibandingkan keadaan lain sehingga memengaruhi pilihan-pilihannya dalam bertindak (Kluckhohn, 1967; Rokeach, 1972: Orasi ilmiah Prof Bernadette Setiadi). Dengan perkataan lain nilai bersifat umum dan karenanya tidak terkait dengan suatu perilaku yang spesifik tetapi menjadi pedoman umum dalam bertindak. Dalam pengertian ini nilai-nilai yang dimiliki seorang pemimpin akan menjadi pegangannya bertindak dalam berbagai situasi. Walaupun tiap pribadi memiliki nilai pribadinya sendiri, Prof Bernadette Setiadi mengusulkan dua nilai utama yang perlu dimiliki suatu kepemimpinan global yaitu: menghargai martabat manusia dan mendahulukan kepentingan yang lebih besar. Bagi pembinaan calon imam dan imam dalam ranah kepemimpinan global nilai-nilai yang harus dimiliki selain dua hal di atas saya tambahkan: adalah sikap terbuka, mau berubah, belajar terus menerus dengan sikap rendah hati, mementingkan persatuan Gereja dalam semangat pelayanan tanpa batas.

Monday, May 4, 2009

MEDITASI ( RM. T. A. ROCHADI )

A. Persiapan Doa

1. Tempat Doa
Pilihlah tempat berdoa yang bersih dan mempunyai udara segar atau tidak pengap. Usahakanlah sedapat mungkin berdoa disatu tempat jangan berpindah-pindah, karena makin lama Anda berdoa ditempat yang sama akan semakin bagus dan sangat membantu kekhusukan doA Anda.
Kalau Anda pernah pergi ke Lourdes atau makam Fransiskus Asisi berdoalah ditempat itu. Tempat-tempat itu sangat membantu keberhasilan doa Anda karena banyak orang datang untuk berdoa sejak beratus-ratus tahun silam.
2. Sikap Tubuh Waktu Bedoa
Tubuh dapat mengungkapkan keadaan jiwa Anda. Bila Anda sedang tegang maka seluruh badan akan tegang terutama dapat dilihat bagian wajah yang berkerut, kening yang berkerut, bagian otot leher terasa kaku, dsb.
Untuk menopang kekhusukan berdoa gunakanlah "bahasa tubuh". Tubuh kita dapat menyatakan sesuatu. Demikian halnya didalam doa sikap tubuh kita sangat membantu.
Sebelum berdoa persiapkanlah tubuh Anda dengan baik, yaitu dengan metode : "YESUS"
Y ang relaks
E nteng di kepala
S atukanlah pikiran dan tubuh dengan berkonsentrasi
U sahakanlah tubuh membentuk sudut tegak lurus antara kaki dan tubuh kalau mengambil posisi duduk
S adarlah bahwa Anda sedang berdoa.

Yang Relaks
Metode relaks merupakan prasyarat bagi keberhasilan berdoa dan telah terbukti kehebatannya untuk membantu melepaskan berbagai ketegangan. Dalam perkembangannya metode ini telah mendapatkan penyempurnaan yang disebut dengan PMR (Post Muscular Retreksion).
Namun, hal ini bukan berarti tanpa masalah, terlebih lagi bila kita belum pernah mengalaminya. Relaks akan dapat dialami sesudah kita merasakan tegang ! Bayangkan bila kita sedang lari 1 km, akan terasa pada keadaan relask setelah Anda mencapai finish.
Metode PMR merupakan metode dengan cara menegangkan otot-otot kemudian mengendurkannya. Pada saat kendur itulah kita menikmati rasa relaks dan dari tahap demi tahap akan semakin merasakan kedalaman berdoa.
Ada tiga bagian kunci untuk relaks : yaitu bagian pundak, dagu dan kening. Kalau bagian-bagian kunci ini, sudah merasakan relaks maka bgian tubuh lainnya dengan sendirinya akan mengikutinya. Kerjanya seolah-olah seperti pemicu sengatan atau skakelar listrik.
Cobalah Anda menegangkan pundak kemudian kendurkan dan nikmati perubahan itu. Juga, lakukanlah hal yang sama pada kening dan dagu Anda. Lalu nikmati perasan relaks yang sedang terjadi.


Enteng di Kepala dan Berat di Bagian Bawah
Coba rasakan ketika Anda sedang berpikir serius ! Maka kepala Anda akan terasa sangat berat. Orang tertentu kalau sedang berpikir serius kadang-kadang memegangi kepalanya, menundukkan kepalanya, atau bertopang dagu.
Doa bukan aktifitas pikiran atau otak maka kepala kita harus kita buat serelaks-relaksnya. Orang yang berpikir serius energi mengalir ke otak menyebabkan kepala terasa berat. Cara yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk mengentengkan kepala adalah dengan mencari titik gravitasi ketika kita sedang duduk.

Satukan Tubuh dan Batin Anda
Banyak dijumpai, orang yang sedang asyik melamun. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi padanya ? Tubuh dan batinnya tidak sedang bersatu. Orang itu, ada disini tetapi batinnya berada ditempat lain, tidak mengherankan jika ia tiba-tiba menjadi kaget pada saat disadarkan oleh gerakan atau suara yang datang dari daerah sekitarnya.
Berdoa bukanlah melamun. Cara sederhana untuk menyatukan pikiran dan tubuh adalah dengan cara memusatkan perhatian pada satu obyek. Misalnya, pada salah satu panca indra kita. Mata memandang satu titik, telinga mendengarkan bunyi-bunyian yang ada disekitarnya, merasakan keluar masuknya udara ke dan dari hidung, merasakan hembusan angin atau baju yang menempel pada kulit, dst. (A. de Mello, S.J, Sadana).

Usahakanlah Badan Membentuk Sudut Tegak Lurus
Para pengikut meditasi dianjurkan untuk melakukan zen-zen (duduk tegak). Posisi tubuh membentuk sudut tegak lurus akan menimbulkan gravitasi, tubuh bagian bawah terbantu menjadi relaks (keadaaan tidak ada tegangan).
Untuk membuktikan hal ini sangat mudah, dengan membandingkan cara membawa botol berisi air dalam posisi miring dan tegak. Pasti cara membawa yang pertama cepat melelahkan dibandingkan dengan cara yang kedua.
Dalam prakteknya, antara hidung dan pusar membentuk garis tegak lurus. Dan hal ini, hanya dapat dilakukan kalau kita dapat duduk dengan relaks. Kemudian, tariklah dagu ke atas hingga otot perut dan dada ikut tertarik ke atas.
Setelah itu, dengan perlahan-lahan tundukkan dagu ke bawah hingga tulang belakang, leher dan kepala terasa satu garis, sehingga dagu terasa menggantung. Hidung dan pusar tetap dipertahankan membentuk satu garis lurus.

Sadarilah Tubuhmu
Berdoa tidak hanya aktifitas batin tetapi juga tubuh. Ajaklah tubuh Anda berdoa. Tubuh Anda tak dapat dikesampingkan ketika Anda sedang berdoa.
Sebagai contoh tangan kita, tangan adalah organ tubuh paling komunikatif : tangan mengepal mengungkapkan kemarahan atau tekad bulat, tangan menghadap ke depan mengungkapkan penolakan, tangan menghadap ke atas atau diangkat mengungkapkan ketidak berdayaan dan penyerahan dsb.
St. Theresia kecil mengatakan bahwa "Doa dengan tangan kosong". Sadari posisi tangan Anda yang paling Anda sukai. Terbuka keatas, mengadah, memegang jantung hati, atau tertutup menjadi satu, dsb.
Penyadaran tubuh menjadi bagian terpenting dalam persiapan doa untuk masuk ke dalam keheningan. Musuh utama dalam berdoa adalah ketegangan syaraf.
Penyadaran tubuh akan menolong kita dalam mengendorkan syaraf. Anda akan menjadi santai kalau Anda menyadari tubuh Anda, menyadari suara-suara, menyadari pernafasan, menyadari rasa yang sedang terjadi pada tubuh, termasuk ketegangan otot dan syaraf Anda.
Berdoa adalah hadir sepenuhnya secara total ke hadapan Tuhan. Kerap kali kita terganggu dengan angan-angan masa lalu atau kekuatiran akan masa depan. Kita tidak sungguh-sungguh hadir, karena kita berada di tempat lain.
Hal ini terjadi, karena dominasi kepala dan lupa tubuh sebagai satu keutuhan yang tak terpisahkan. Angan-angan dan pikiran kita berkeliaran kesana-kemari.
Penyadaran tubuh akan sangat membantu Anda untuk menjadi santai dan relaks, Anda harus berusaha melepaskan dari belenggu nostalgia masa lampau dan kekuatiran masa yang akan datang. Sadarilah bahwa Anda sedang duduk, tangan Anda terbuka, Anda ada disini, sedang berdoa.
Tetapi, jangan salah penafsiran menyadari keberadaan tangan, kaki, hidung, dan sebagainya jangan lalu dalam berdoa Anda menggambarkan tangan, kaki dan hidung Anda.
Banyak orang tidak sungguh menyadari dan merasakan tangan, kaki atau bagian tubuh lainnya, karena mereka berpikir tentang itu. Anggota tubuh Anda ada pada tempatnya masing-masing bukan di kepala Anda !
Jangan menggambarkan tangan, kaki, dsb. Menyadari sama dengan merasai tubuh Anda.
Bila Anda menyadari tubuh Anda dan kemudian Anda merasakan bagian-bagian tertentu dari kulit yang mati rasa. Itulah suatu pertanda bahwa Anda selama ini telah melupakan tubuh Anda sendiri.
"Tangan kiri lebih lemah daripada tangan kanan karena kerapkali tangan kiri diasingkan. Jangan menulis dengan tangan kiri, jangan menerima sesuatu dengan tanggan kiri, dsb."
Sadarilah bagian-bagian tubuh yang mati rasa itu ! Ada juga orang yang berlatih kesadaran tubuh malah menjadi tegang. Kalau demikian yang terjadi kembalilah Anda menyadari bagian tubuh yang tegang itu.

B. DAYA MANUSIA

Di dalam doa kita menggunakan daya yang harus dikembangkan sehingga dengan daya tersebut kita akan lebih terbantu untuk mencapai hadirat Allah. Di dalam diri manusia terdapat beberapa daya yang oleh St. Bonaventura diuraikan sebagai berikut :
1. Memoria (Ingatan)
Memoria digambarkan seperti alat penyimpanan data yang merekam pengalaman-pengalaman yang terjadi pada masa lampau. Memoria ini menjadi semacam layar horizon, untuk unsur-unsur yang lainnya.
Berkat memoria ini, manusia dapat mengingat akan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang dahulu dialami dan dapat mengantisipasikan apa yang akan terjadi dikemudian hari. Yang lebih penting lagi, memoria pada manusia merupakan fondasi atau prinsip dasar bagi segala pengetahuan selanjutnya.
Berkat memoria manusia dapat menggambarkan pribadi Allah sekalipun samar-samar. Namun, hal ini bukanlah facultas, kemampuan sebagai pangkal kegiatan tertentu.


2. Daya pengenal (Mens)
Mens atau daya pengenalan ini, merupakan pintu masuknya informasi yang ada di sekitarnya. Daya ini, meliputi tiga kemampuan, sensualitas dan immaginatio, spritus, dan intuisi.

a. Daya panca indera dan daya khayal.
(Sensualitas dan imagination)
Panca indera kita gunakan untuk berhubungan dengan dunia luar yang berbeda dengan dunia manusia sendiri. Daya khayal atau daya cipta kita dapat menggambarkan kerinduan kita akan Allah.
b. Spritus : Daya penalaran dan Pemahaman
(ratio dan intellectus)
Penalaran digunakan untuk melihat hubungan dan memilah-milah obyek. Pemahaman digunakan untuk menangkap sesuatu yang rohani.
St. Agustinus mengatakan, bahwa intelectus tidak cukup untuk mendekati Allah. "Kami berbicara tentang Allah, tidak mengherankan kalau tidak mengerti, sebab seandainya engkau mengertinya ia bukan Allah".
c. Intuisi (Mens)
Pemahaman secara langsung dan penangkapan secara langsung. Daya intuisi ini merupakan daya yang paling efektif di dalam doa.

3. Daya mengasihi (Voluntas)
Voluntas adalah daya mengasihi dan dengan daya ini manusia dapat melampaui daya intuisi. Meskipun demikian, daya intuisi merupakan prasyarat dan perandaian Voluntas.
Pengalaman rohani tidak berlangsung dalam daya memoria tetapi dalam daya panca indera, daya imaginasi, daya intuisi dan terutama daya voluntas. "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia" (1 Yoh 4 : 16b).
Dengan mengembangkan daya mengasihi, manusia semakin dekat dan bersatu dengan sumber kasih ialah Allah sendiri. Kemauan untuk mengasihi merupakan daya kejar rohani.
Daya mengasihi dapat dilatih terus-menerus seperti kita mengembangkan daya mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, daya menolong orang yang sdang berkesusahan, daya tidak merugikan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
St. Therisia dari Avila mengatakan, "yang penting bukan banyaknya berpikir tetapi banyaknya mencinta"1).

C. SIKAP BATIN
Peribahasa latin mengatakan "Lex orandi, lex credendi", artinya hukum doa adalah hukum percaya : doa adalah lingkaran iman - kepercayaan. Orang-orang yang tidak percaya tidak akan dapat berdoa. Dengan kata lain melalui doa-doaku akan tampat iman kepercayaanku.
Iman kepercayaan dan pengharapan merupakan prasyarat untuk mengasihi. Iman, harapan dan kasih dan dari ke tiganya yang besar adalah kasih.
Sikap batin waktu berdoa adalah penuh kepercayaan kepada Tuhan, penuh kerinduan kepadaNya karena Tuhan akan memberikan rahmat sebanding dengan iman, pengharapan dan kasih orang itu.
Coba Anda bayangkan seorang yang begitu mengharapkan bertemu dengan seseorang dan selang waktu tidak lama dia betul-betul bertemu dengan orang tersebut. Apakah hal ini sangat menggembirakan bukan ? Kalau Anda tidak mengharapkan bertemu, mungkin saja kedatangan temanmu itu tidak begitu bermakna.
Banyak orang berdoa tanpa iman, tanpa pengharapan, tanpa kasih, tanpa kehendak. Akhirnya, mereka dengan terpaksa melakukan doa dan hanya kebosanan yang ia dapatkan, seakan-akan perbuatan itu hanya sia-sia.
Apabila Anda tidak punya kerinduan mintalah kerinduan dan rahmat tersebut dari Tuhan.

D. GANGGUAN DI DALAM DOA
Kebanyakan orang mengalami gangguan dalam doa yaitu : ketegangan, pikiran yang melayang-layang, dan emosi-emosi yang negatif atau beban batin. Ketegangan dapat diatasi dengan relaksasi seperti telah diuraikan di atas.
Emosi-emosi yang negatif atau beban batin dapat dipandang sebagai halangan doa karena berlawanan dengan kehendak Allah yang penuh kasih. Walaupun demikian hal itu tetap ada manfaatkan sebagai "pengalaman mistik yang negati" dapat dipakai sebagai titik tolak memulai berdoa.
Justru, karena kehausan akan kasih, kita dapat merindukan dan mengerti apa itu artinya Allah Sang Sumber Kasih. Tetapi, yang paling banyak kita alami kerapkali adalah pikiran yang melayang-layang.
Anehnya lagi berkaitan dengan pikiran nyasar atau melayang-layang ini, setiapkali mencoba menutup mata malah seolah-olah masuk ke gedung bioskop. Lebih jauh, mulailah muncul kejadian-kejadian, pikiran-pikiran, gagasan-gagasan yang bermacam-macam.

Persoalannya, adalah bagaimana menjinakkan dan menidurkan pikiran tersebut agar tidak semakin membuat niat kita berdoa menjadi buyar. Ada beberapa usul untuk mengatasinya :

1. Jangan menutup mata terlalu rapat
Cobalah membuka mata sedikit dan arahkan pandangan Anda pada satu titik satu meter di depan Anda. Walaupun demikian coba dihindari hanya terus memusatkan diri pada titik atau benda itu, jangan berkonsentrasi atau memusatkan perhatian khusus padanya.
2. Dengan duduk tegak lurus
Sampai sekarang belum ada formula berdoa yang keampuhannya dapat mengungguli metode PMR. Dengan mempraktekkan metode ini banyak membantu mengatasi berbagai gangguan pikiran yang mengembara tidak terarah.
3. Dengan doa yang diulang-ulang (repetitf)
Dengan cara mengulang-ulang doa (mantra) akan banyak membantu menidurkan pikiran yang kacau. Hampir semua agama besar mempunyai tasbih atau semacam rosario yang digunakan sebagai sarana doa yang demikian.
Sarana alat bantu berupa tasbih, banyak membantu mengalihkan perhatian berpikir (menghitung-hitung). Dalam Gereja Katolik dikenal doa demikian yang diajarkan oleh Yesus untuk para peziarah.
4. Dengan mengawasi pikiran yang muncul
Seperti anjing kecil yang mengikuti langkah-langkah kaki kita, demikian halnya dalam berdoa seseorang dibimbing untuk mengawasi setiap pikiran yang muncul, tidak diperkenankan menilai dan menolak.
Bisa juga kita membiarkan pikiran-pikiran yang datang dan pergi seperti langit biru yang membiarkan mega-mega itu berlalu sehingga akhirnya langit menjadi biru dan bersih.

E. TAHAP-TAHAP DOA

1. Pembersihan (purgatio)
Tahap ini, merupakan tahap pertama yang harus dilakukan untuk menciptakan kedamaian dan ketentraman hati. Caranya, menjauhkan diri dari segala yang berlawanan dengan kehendak Allah.
Misalnya, mengendalikan diri perbuatan yang membuahkan dosa, hawa nafsu yang dapat merugikan sesama atau makhluk lain, termasuk cinta diri yang berlebihan.
Istilah yang sering digunakan untuk hal ini adalah Askese, meskipun banyak orang sebenarnya tidak begitu tertarik dengan cara ulah tapa (ala Fransiskus), namun askesis merupakan unsure dasar dari seluruh jalan menuju Allah.
2. Penerangan (Illuminatio)
Setelah melalui tahap pertama menginjak pada tahap penerangan yang bertujuan mengantarkan diri kita kepada kebenaran (veritas). Sehingga, dapat lebih obyektif menilai diri kita sendiri baik kebaikan maupun kelemahan-kelemahannya.
Semua itu, secara utuh diterima sebagai karunia dari yang Maha Pengasih. Dalam hal ini, menyangkut yang sifatnya adikodrati maupun yang masih berupa nubuat (dijanjikan Allah), kebaikan (bonum) tertinggi yang memberikan diri kepada manusia.
Seorang pujangga gereja St. Bonaventura mengatakan "Via illuminative consistit in imitatione", maka "imitatio" tidak ada hubungannya dengan asketik atau moralistik. Artinya, melihat dan menilai segala sesuatu dari sisi Kristus sebagai Firman Allah yang menjelma sebagai gambaran Allah yang sempurna.
Gambaran itu, memancarkan cahaya yang menerangi segala sesuatu. Kristus sebagai "kebenaran" yang menyinari segala sesuatu.
3. Persatuan Sempurna (Via perfectiva/Unitiva)
Langkah ketiga atau langkah terakhir, menuntun kita sampai pada tujuan yang sesungguhnya yaitu Kasih Allah (caritas). Hal ini, mensyaratkan pelepasan terhadap segala makhluk atau benda (sebagai otonom) sambil, secara positip, kasih itu diarahkan kepada mempelai ilahi.
Sehingga, kasih itu melampaui diri manusia dan berpaut menjadi satu dengan Tuhan yang tidak tercapai melaui indera, khayalan dan pengertian. Namun semua itu diarahkan untuk hal yang menyenangkan dan membahagiakan.
Ketiga tahap itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan ketiganya saling mendukung serta saling melengkapi. Ketiganya sebagai keutuhan dapat dikatakan "jalan rangkap tiga" menuju Tuhan.
Bonaventura lebih lanjut mengatakan, tiga tahap itu sebagai usaha manusia "industria". Meskipun, selalu bertumpu pada rahmat pertolongan Allah "gratia".
Di sini sebenarnya, hanya menekankan kembali pada apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia untuk sampai dan dapat bersatu dengan Tuhan.2).

F. PENGALAMAN MISTIK

Pengalaman persatuan dengan Tuhan adalah sesuatu yang mistik. St. Bonaventura membedakan pengalaman mistik negatif dan pengalaman mistik positif. Pengalaman mistik negatif adalah pengalaman akan Allah yang transeden, tak terhampiri dan tidak dapat dihadirkan.
Disini manusia menyadari akan ketidakberdayaannya sebagai ciptaan. Ia hadir saat kita mengalami : kehampaan, kekosongan, kefanaan, ketidakberdayaan, ketidakartian sebagai manusia.
Sedangkan, pengalaman mistik positip adalah pengalaman kehadiran Allah yang ilahi, pengalaman akan persatuan dan kepenuhan dengan ilahi. Pengalaman ini, memang pengalaman yang disadari, tetapi diluar lingkup kesadaran diri atau kesadaran akan dunia.
Pengalaman ilahi bisa dialami seolah-olah diluar dirinya, misalnya dengan menikmati pemandangan alam. Namun, dalam pengalaman itu si mistikus pun menembus permukaan kesadaran dunia dan sampai pada dasar atau sumbernya ialah Sang pencipta.
Dapat dikatakan bahwa pengalaman mistik itu sulit untuk dilukiskan, karena tidak dapat diwakili oleh kata-kata. Bahasa manusia tidak cukup untuk melukiskan.
"Kalau engkau bertanya bagaimana hal itu terjadi, bertanyalah kepada rahmat, jangan pada ajaran; bertanyalah kepada hasrat, jangan pada pengertian; bertanyalah kepada keluhan doa, bukan pada mempelajari kuliah; bertanyalah kepada Penganten, bukan kepada guru; bertanyalah kepada Allah dan tidak kepada manusia; bertanyalah kepada kegelapan, bukan kepada penerangan; tidak kepada cahaya, tetapi kepada api yang menyalakan segala-galanya dan yang secara menyeluruh membawa orang kepada Allah melalui pengurapan dan kehangatan kasih yang teramat mengobarkan dalam pengalaman itu terjadi sesuatu yang amat rahasia dan melampaui segala pengertian, yang tidak diketahui seorangpun kecuali mereka yang telah mengalaminya." Demikian Bonaventura memberikan penjelasan tentang hal tersebut.
Pengalaman akan persatuan dengan Allah bukan perkara otak (intellectus) melainkan perkara hati (affectus). Pengalaman ini, diluar batas kemampuan pikiran manusia. Mereka mengalami Yang Ilahi, Yang Abadi, yang ada diseberang kesadaran manusia.
Manusia diangkat ke taraf yang lebih tinggi, diluar lingkup pikiran. Disana akal menjadi gelap, sebab tidak dapat menyelidiki oleh karna halnya melebihi segenap kemampuan untuk menilik. Ubi dificit intellectus, ibi proficit affectus : dimana otak mundur disitu hati maju.2).

G. METODE DOA

Ada beberapa metode doa yang dapat dipilih sesuai dengan kemampuan, kecenderungan, watak setiap orang. Metode doa ini, merupakan latihan agar manusia dapat mengalami persatuan dengan Allah. Ada tiga metode besar yang masing-masing bisa dikembangkan sendiri :

1. Meditatio
Meskipun akal budi (Intellectus) tidak dapat menjangkau Tuhan tetapi bisa dipakai sebagai pintu masuk ke dalam doa. Aktivitas dalam meditatio pertama-tama adalah akal budi sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paulus : "Aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku".
Didalam doa meditasi seseorang dibimbing untuk merenungkan, menalari, menggali dan menganalisa kebenaran atau Sabda Tuhan. Selanjutnya, meresapkan Sabda Allah ke dalam hidup dan hati. Lalu setelah itu, ungkapkan kembali berupa doa.
2. Lectio Devina
Lectio Devina artinya adalah bacaan suci. Konkretnya berupa kegiatan berdoa dengan cara melafalkan Sabda Allah. Kerapkali doa ini disebut doa lisan. Contohnya, mendaraskan mazmur, doa offisi, rosario dan litani. Doa ini merupakan kesayangan orang-orang sederhana. Bacaan ilahi lebih dikenal sebagai cara doa St. Benedictus.
Lectio divina menempuh proses tiga langkah yaitu : Lectio (membaca), meditatio (pengulangan) dan oratio (doa).
a. Membaca (Lectio)
- Membaca pelan-pelan kutipan yang dipilih misalnya dari Kitab Suci sebagai bahan doa, ayat demi ayat.
- Apabila dalam pembacaan ini, menjumpai kata/kalimat yang menarik, entah karena menyenangkan entah karena menjengkelkan , lalu berhenti membaca.
b. Mengulang-ulang (Meditatio)
- Kata/kalimat yang menarik itu sekarang mulai diulang-ulangi beberapa kali, pelan-pelan dan rithmis, mula-mula dengan bibir bergerak (komat-kamit), kemudian secara batin. Kata-kata/kalimat itu seperti dikunyah atau diputar-putarkan dalam mulut dengan lidah, ibarat permen yang mau kuresapkan kemanisannya.
"Os iusti meditabitur sapientiam - Mulut orang jujur mengunyah hikmah".
- Dalam proses pengulangan ini, yang rithmis dan terus-menerus, kalimat cenderung semakin menjadi lebih pendek, beberapa kata yang dirasa tidak penting dilupakan atau dibiarkan jatuh, hingga akhirnya hanya kata-kata inti saja yang masih diulang-ulang, sampai merasuk ke dalam hati, mendarah daging dan mempengaruhi hidup, semacam sugesti yang berdaya kuat berkat sepitisi (pengulang-ulangan).
c. Mendoakannya (Oratio)
- Apabila hatiku sudah merasa puas dengan meditatio (pengulangan terus menerus ini), lalu diam sejenak, untuk menangkap perasaan yang bergejolak dilubuk hati.
- Kemudian perasan ini, diungkapkan menjadi suatu doa pribadi, sebagai tanggapan yang muncul dari hatiku terhadap sabda Tuhan, yang baru saja diperdengarkan dan diresapkan.
- St. Benedictus memberi nasehat :"Oratio sit brevis et pura !", artinya "Doa ini hendaklah singkat dan polos !".

3. Kontemplasio
Kontemplasi artinya memandang dalam waktu cukup lama, penuh kasih, dan kerinduan. Seperti Seorang pemuda yang sedang kasmaran memandang penuh kerinduan foto gadis pujaannya dan seolah-olah bertemu muka dengan dia, meraba tangannya, mendengar suaranya dst.
Doa kontemplasi dapat mengalami kehadiran Tuhan yang dicintainya. Kerinduan, daya mengasihi dan intuisi sangat cocok didalam doa kontemplasi ini. Si pemuda tadi tidak hanya memandang tetapi juga berkata-kata, berbicara dengan pemudi pujaannya.
Doa kontemplasi adalah doa memandang Tuhan, berkomunikasi dengannya secara batin.3).